Quantcast
Channel: SWA.co.id – Berita bisnis terkini, Diaspora Indonesia, Business Champions, dilengkapi dengan strategi dan praktek bisnis, manajemen, pemasaran, entrepreneur, teknologi informasi, keuangan, investasi, GCG, CSR, profil dan gaya hidup eksekutif.
Viewing all 466 articles
Browse latest View live

Anis Bawa Fenox VC ke Penjuru Dunia

$
0
0
Anis Uzzaman (kiri) Founder dan CEO Fenox VC bersama Kentaro Hashimoto, Kepala dari Program GnB Accelerato. (Foto: Syukron Ali/SWA)
Anis Uzzaman (kiri) Founder dan CEO Fenox VC bersama Kentaro Hashimoto, Kepala dari Program GnB Accelerato. (Foto: Syukron Ali/SWA)

Anis Uzzaman (kiri) Founder dan CEO Fenox VC bersama Kentaro Hashimoto, Kepala dari Program GnB Accelerato. (Foto: Syukron Ali/SWA)

Tak disangka, belasan tahun menjadi karyawan di IBM New York Amerika Serikat, kini Anis Uzzaman memiliki perusahan modal ventura sendiri dengan bendera Fenox Venture Capital (VC). Sebelum mendirikan Fenox VC, Anis sempat bekerja di sebuah perusahaan otomotif di California. Dari sinilah, awal mula ide mendirikan perusahaan modal ventura (VC) itu tercetus.

“Di California saya melihat banyak sekali perusahan pemula (startup) berdiri. Saya melihat peluang besar untuk mengembangkan startup ini. Sejak tahun 2011 saya meninggalkan karier saya dan membangun Fenox VC bersama rekan saya Vitaly Arbuzov, Head of Board Fenox Global Group,” kenang Anis kepada SWA Online di Jakarta (23/2).

Nama Fenox sendiri diambil dari nama Fenox Global Group, sebuah perusahaan auto part terbesar di kawasan Commonwealth of Independent State (CIS), dulu bernama Uni Soviet. Wilayahnya mencakup beberapa negara, seperti Armenia, Azerbaijan, Belarus, Kazakhtan, Kyrgyzstan, Moldova, Rusia, Tajikistan, Uzbekistan, Turkmenistan dan Ukraine.

Tepatnya pada bulan Mei 2011, Fenox VC memberikan modal usaha di berbagai startup di Silicon Valley. Sebagai kiblat Startup di dunia, sasaran Anis membawa Fenox VC ke wilayah yang disebut sebagai mesin pertumbuhan inovasi di Amerika Serikat itu sangatlah tepat.

Startup pertama yang didanainya adalah Genius. Startup lulusan inkubator dan akselerator Y-Combinator itu, kini nilai perusahaannya telah mencapai US$ 1 miliar dari sebelumnya, saat mendapat round seed dari FenoxVC sebesar US$ 10 juta.

“Selain Genius, kami juga mendanai berbagai startup lokal Amerika seperti ShareThis, SideCar, Lark, Expect Lab dan JetLore. Selain Amerika, kami banyak berinvestasi di banyak startUp di dunia. Jumlahnya mencapai 65 startup,” jelas Anis.

Kiprah Anis di negeri Paman Sam sangat mentereng, nama FenoxVC pun makin berkibar. Apalagi setelah sukses mengantarkan Exit startup DLE (Dream Link Entertainment) ke bursa saham Tokyo pada maret 2012 dan membuka pasar untuk DLE di Amerika. Selain DLE, ada 6 startup lain yang mendapat investasi Fenox`VC dan kini tengah bersiap-siap menyusul kiprah DLE.

Tidak hanya Jepang, sebagai negara dengan penetrasi pengguna internet yang positif dan jumlah penduduk yang besar, Indonesia pun dilirik untuk pendanaan. Nama-nama seperti Hijup.com, bukalapak dan Talenta.com adalah beberapa startup buatan anak bangsa Indonesia yang mendapat investasi dari Fenox VC.

“Goal kami, para startup yang kami danai akan kami antar exit lewat bursa saham (IPO) atau kami merger dan akuisisi dengan perusahaan besar,” terang Anis optimis.

Untuk sektor yang menjadi fokus investasi Anis adalah startup yang bergerak di sektor consumer TI, Healthcare, Internet of Things (IoT), sosial, fintech, cloud, big data dan berbagai sektor bisnis yang berbasis pada teknologi dan internet. Total dana yang disiapkan pun sangat menggiurkan, antara US$ 250 ribu sampai US$ 10 juta.

Tidak berhenti di situ saja, guna melancarkan investasi di Asia Tenggara, Anis menggandeng Infocom Corporation, perusahaan TI asal Jepang. Sejak 2012, keduanya telah bermitra dengan baik. Dan untuk pertama kalinya, mereka meluncurkan program akselerator multinasional di Asia Tenggara lewat bendera GnB Accelerator dengan Indonesia sebagai kantor pusatnya.

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Kentaro Hashimoto, Kepala dari Program GnB Accelerator, untuk target di Indonesia sendiri, jumlah Startup yang akan diserap setiap tahun rata-rata 16 StartUp selama dua semester. Jumlah dana yang disiapkan untuk peserta akselerasi ini sebesar US$ 50.000. (EVA)

The post Anis Bawa Fenox VC ke Penjuru Dunia appeared first on SWA.co.id.


Berawal dari Tugas Kuliah, Michael Nugroho Besarkan SMITH Men Supply

$
0
0
CEO SMITH Men Supply, Michael Nugroho (kiri) dan Head of Marketing SMITH Men Supply, Michael Purnana (kanan).

Penampilan menarik tak hanya milik perempuan, tapi juga pria. Selain gaya berpakaian, rambut juga merupakan aspek penting bagi para pria untuk tampil sempurna. Untuk menjawab kebutuhan pria terlihat stylist, SMITH Men Supply, sebuah start-up bisnis penyedia kebutuhan grooming untuk laki-laki dimana saat ini sudah mengeluarkan produk pomade dan hair wax dengan beberapa varian.

Kesuksesan PT Smith Indonesia Jaya di bidang men’s grooming dibangun secara bersama-sama oleh sekumpulan mahasiswa Prasetiya Mulya yang memiliki jiwa entrepreneur. Ide awal untuk membangun start-up bisnis ini dicetuskan oleh Michael Nugroho yang sekaligus menjabat sebagai CEO PT Smith Indonesia Jaya.

“Melihat tingginya animo anak muda di Indonesia untuk terlihat menarik dengan tatanan rambut mereka, kami memiliki visi yang kuat untuk menciptakan terobosan baru dalam melengkapi kebutuhan grooming mereka, salah satunya dengan meluncurkan Black Jack, yakni produk jenis wax pertama dari SMITH Men Supply,” ungkap Michael Nugroho.

CEO SMITH Men Supply, Michael Nugroho (kiri) dan Head of Marketing SMITH Men Supply, Michael Purnama (kanan).

CEO SMITH Men Supply, Michael Nugroho (kiri) dan Head of Marketing SMITH Men Supply, Michael Purnama (kanan).

Keyakinan pria yang akrab disapa Mike ini dalam membangun bisnis pomade sejak tahun 2013 perlahan telah membuahkan hasil. Pria kelahiran Jakarta 25 Desember 1992 ini akhirnya memutuskan untuk mengembangkan bisnis ini bersama teman-temannya dengan mengambil semua risiko di tengah padatnya jadwal kuliah.

Hasil kerja keras Mike terbukti membuahkan hasil, terbukti dengan pencapaian yang telah didapatkan. Sifat dan gaya kepemimpinan serta kemauan untuk terus maju dan berkembang yang diterapkan di dalam internal perusahaan telah berkontribusi untuk memajukan perusahaan start-up ini. Selain itu, pola pikir visionernya untuk jangka panjang menyebabkan Mike selalu berhati-hati dalam mengambil keputusan.

Mike selalu membuat strategi-strategi inovatif dengan menerapkan pembelajaran yang didapatkan seiring waktu selama masih menuntut ilmu di Prasetiya Mulya Business School. Kerja kerasnya dalam membagi waktu antara tanggung jawab sebagai mahasiswa dan menjadi seorang entrepreneur menjadikan SMITH Men Supply terus berkembang dengan bantuan kekompakan dari seluruh tim dari PT Smith Indonesia. “Tantangan terbesar yang kami hadapi adalah membagi waktu untuk fokus berbisnis sambil kuliah, tetapi semua itu bisa di-manage dengan baik,” ungkap Mike.

Mengawali bisnis ini dengan melakukan eksperimen produk di kamar kost sebagai tugas mata kuliah Business Creation dengan bermodalkan Rp 6 juta dana hasil patungan, kini SMITH Men Supply sanggup menjual secara mass product lebih dari 30.000 kaleng pomade selama tahun 2015.

Strategi pemasaran yang dilakukan adalah dengan melakukan boost marketing melalui buzzing di media social, campaign limited edition. “Untuk di kota-kota besar di Indonesia, kami bekerja sama dengan barbershop untuk menggunakan produk dan menjadi distributor kami,” kata Mike.

Produk SMITH Men Supply tersedia dengan harga Rp 90-100 ribu untuk pomade dan Rp 70 ribu untuk hair wax kini sudah tersebar lebih dari 20 provinsi di seluruh Indonesia serta e-commerce dari negara Singapura. “SMITH Men Supply memiliki visi untuk memenuhi setiap kebutuhan pria dari penampilan agar seorang pria dapat menjadi terbaik dari apa yang mereka lakukan,” tutup Mike. (EVA)

The post Berawal dari Tugas Kuliah, Michael Nugroho Besarkan SMITH Men Supply appeared first on SWA.co.id.

Sadad Mengibarkan Erigo dengan Omset Rp22 Miliar

$
0
0
20160304_151948_resized

Traveling sudah menjadi suatu kebutuhan bagi sebagian besar masyarakat di Indonesia. Tentunya keperluan-keperluan untuk traveling saat ini juga banyak dicari bagi mereka yang ingin melakukan suatu perjalanan. Peluang untuk menyediakan kebutuhan traveling ini kemudian ditangkap oleh pria berumur 25 tahun yakni Muhammad Sadad, Founder & CEO Erigo Store.

Erigo merupakan brand fesyen Indonesia yang menyediakan keperluan traveling dengan mengedapankan desain serta kenyamanan. Awalnya pada 28 November 2010, bisnis fesyen ini dimulai dengan membuat sebuah brand bernama “Selected and Co”. Seiring berjalannya waktu, brand tersebut pun berganti nama menjadi “Erigo”. Brand Erigo sendiri mengawali pembuatn produk dengan membuat batik kasual.

20160304_151948_resized

Semakin berkembangnya bisnis tersebut, Sadad bercerita bahwa pada tanggal 15 September 2015 ia membuat strategi bisnis baru dengan me-rebranding brand Erigo menjadi konsep street stlye dan traveling dengan meluncurkan koleksi barunya yakni Reflektif.

“Dengan hadirnya Erigo dapat memenuhi kebutuhan gaya dalam traveling serta meningkatkan keinginan masyarakat dalam ber-traveling,” ujarnya.

Tak tanggung-tanggung, Sadad pun melakukan sesi photo session untuk koleksi-koleksinya di beberapa negara. Hasilnya di tahun 2015 Erigo berhasil mendapatkan omset hingga Rp 22 miliar. Ia mengungkapkan Erigo akan terus berkembang dengan konsep-konsep yang inovatif.

Di tahun 2016 ini ia akan mengarahkan style kepada market consumer bahwa Erigo mempunyai berbagai macam styke guidence yang lebih luas dan dapat menjadi trendsetter khususnya di Indonesia.

Selain itu, pria yang sempat kuliah di UI ini menjelaskan bahwa brand Erigo memang melakukan pendekatan melalui aktivitas traveling. Dengan demikian brand ini menyajikan sebuah konsep apparel yang mendukung kegiatan traveling.

Di tahun 2016 ini Erigo mempunyai visi yaitu campaign traveling with Erigo. Kata Sadad, tujuannya adalah untuk memperlihatkan kepada dunia luar atas kreatifitas anak bangsa dan juga turut berpartisipasi mengangkat pariwisata Indonesia.

Dengan memiliki dua brand ambassador yakni Lala Karmela dan Febrian yang merupakan seorang blogger, nantinya selama setahun ke depan Erigo akan lebih fokus pada traveling dalam negeri sebagai campaign-nya.

Kampanye ini akan terbagi dalam 12 episode dengan membuat cerita perjalanan ikon Erigo yang traveling ke seluruh Nusantara dengan menggunakan pakaian yang dijual oleh Erigo sendiri.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa cerita perjalanan itu sendiri akan dirangkum ke dalam sebuah dokumentasi berupa video, foto juga blog. Selain mempromosikan produk-produk Erigo, hal ini juga bertujuan untuk menginspirasi anak muda untuk lebih mengenal keanekaragaman pariwisata, budaya yang ada di Indonesia.

Tak hanya melakukan campaign tersebut, tahun ini kata Sadad, Erigo juga akan mengikuti 44 event dalam waktu empat bulan ke depan di kota-kota besar di seluruh Indonesia.

Dia menargetkan tahun 2016 akan memperoleh omset sebesar Rp 50 miliar dengan melakukan penjualan secara offline dan onlline. (EVA)

 

 

 

 

 

The post Sadad Mengibarkan Erigo dengan Omset Rp22 Miliar appeared first on SWA.co.id.

Philip Willcock Besarkan Astra Life Hanya dalam Setahun

$
0
0
Philip C Willcock

Hanya dalam satu tahun beroperasi, PT Astra Aviva Life (Astra Life) sukses menutup tahun pertama dengan membukukan pertumbuhan kinerja yang cukup signifikan. Hal ini tentu tidak lepas dari peran pemimpin perusahaan yaitu Presiden Direktur Astra Life, Philip C Willcock. Walaupun masih dalam tahap awal pengembangan bisnis, perusahaan asuransi jiwa ini tumbuh sebesar 110% dari Rp 651 miliar tahun 2014 menjadi Rp 1,36 triliun pada tahun 2015 dalam hal premi bruto (gross premium).

Philip C Willcock

Willcock dipercaya untuk mengemban tugas sebagai presiden direktur karena diminta secara langsung oleh CEO Aviva Group, Mark Wilson. Willcock mengaku senang dapat memimpin Astra Life meskipun tantangan yang dihadapi oleh perusahaan saat ini semakin besar sejalan dengan kompetisi di industri asuransi dalam negeri yang sangat ketat dan ditambah dengan kondisi perekonomian yang belum pasti.

Pria berkebangsaan Inggris ini mengatakan, “Tiga tahun lalu saya datang ke Indonesia untuk mengembangkan Astra Life. Ini adalah tantangan yang besar bagi saya karena kesempatan membangun dan membesarkan bisnis dari awal sangat jarang untuk didapat. Sekaligus ini menjadi kesempatan bagi saya dalam berkarier di pasar internasional,” ujarnya di Mesa Stila Resort, Magelang, Jawa Tengah.

Willcock telah bergabung dalam Aviva Group selama 23 tahun. Sebelum bertugas di Indonesia, Willcock menjabat sebagai Chief Operating Officer Aviva UK & Ireland Life. Astra Life menerapkan konsep “Best of Both World” dengan mengkombinasikan pengalaman dan kompetensi Aviva sebagai perusahaan asuransi selama 320 tahun termasuk 150 tahun di Asia serta Astra dengan pemahaman yang mendalam tentang pasar Indonesia dan didukung oleh sumber daya lokal, pengetahuan dan merk di berbagai industri, jaringan dan distribusi nasional selama 59 tahun. Kolaborasi keduanya memberikan layanan terbaik dan dapat diandalkan bagi seluruh pelanggan Astra Life.

Sejalan dengan bertambah banyaknya masyarakat yang mulai teredukasi mengenai pentingnya asuransi akan memperkuat outlook positif dalam pertumbuhan industri asuransi. “Didukung oleh fundamental yang kuat, prospek industri asuransi jiwa di Indonesia terlihat cerah dan berada pada jalur yang tepat untuk terus tumbuh secara berkesinambungan,” jelas Willcock kepada SWA Online.

“Menghadapi semua tantangan yang ada, Astra Life optimistis untuk bisa mewujudkan visi perusahaan yaitu agar Astra Life bisa hadir di setiap rumah masyarakat Indonesia, serta untuk mewujudkan misi perusahaan untuk membawa ketenangan pikiran dan membangun masa depan yang sejahtera ke jutaan masyarakat Indonesia,” ujar Willcock.

Perusahaan asuransi jiwa ini adalah perusahaan patungan 50-50 antara PT Astra International dan Aviva International Holdings Limited. Pertumbuhan perusahaan yang besar dapat diraih dengan mengandalkan distribusi dari Bank Permata dan anak perusahaan grup Astra yang telah memiliki basis klien dan basis staf yang besar.

Ke depan, Astra Life akan terus mengoptimalkan dan mengembangkan saluran distribusi untuk memberikan produk serta layanan yang beragam, berkualitas tinggi, terpercaya, terjangkau dan sesuai kebutuhan masyarakat yang berasal dari berbagai segmen (multi channel, multi product, multi segment).

Data AAJI per September tahun 2015 menunjukkan bahwa hanya dalam satu tahun Astra Life telah berhasil menembus top 23 dari 51 perusahaan asuransi jiwa yang ada di tanah air. Sejak diluncurkan, Astra Life telah memperoleh beberapa pencapaian dan mempunyai kinerja yang baik sehingga perusahaan optimis untuk bisa menjadi salah satu dari lima asuransi jiwa terbesar di Indonesia. “Saya ingin dalam 10 tahun ke depan Astra Life dapat melaju ke posisi 5 teratas asuransi jiwa di Indonesia,” ungkap Willcock yang telah berumur 44 tahun.

Namun mulai April mendatang, Philip C Willcock tidak lagi menjadi Presiden Direktur Astra Life, karena ia akan menempati posisi baru dalam Grup Aviva di Italia. “Saya bangga dengan tim yang akan saya tinggalkan. Saya dan Wakil Presiden Direktur Auddie A Wiranata telah bekerja sama membangun kultur kerja dan tim yang spesial bagi saya. Mereka kini sudah tidak butuh saya lagi untuk terus berkembang,” tutup Willcock. (EVA)

The post Philip Willcock Besarkan Astra Life Hanya dalam Setahun appeared first on SWA.co.id.

Prasetya Mulya Tunjuk Agus W. Soehadi sebagai Dekan Baru

$
0
0
IMG_5822

IMG_5822Yayasan Prasetya Mulya melantik Prof. Agus W. Soehadi, PH.D. sebagai Dekan Sekolah Bisnis dan Ekonomi untuk periode 2016-2020. Agus mulai bergabung dengan Yayasan Prasetya Mulya sejak tahun 1990 sebagai member fakultas di jurusan marketing. Sebelum menjadi dekan, Agus menjabat sebagai wakil dekan di tahun 2012.

Agus menempuh pendidikan sarjana di Institut Pertanian Bogor di jurusan Agronomi. Kemudian melanjutkan gelar master di Institut Teknologi Bandung jurusan Manajemen Industri. Dia mendapat gelar Doctor of Philosophy di Strategi Marketing dari University of Strathclyde, Glasgow, Skotlandia.

Dia juga aktif di berbagai perhimpunan bisnis seperti Indonesia Brand Development Institute (IBDI) dan Indonesian Consumnity Expo (ICE) sebagai pendiri, International Advertising Association (Chapter Indonesia) sebagai Wakil Presiden Pendidikan, dan International Accepted Marketing Standard (IAMS) sebagai anggota. Beliau masih aktif sebagai kontributor dalam kolom opini ahli di beberapa media seperti di Majalah SWA, Majalah Mix, Majalah Marketing, dan Majalah Prospektif.

Sebagai dekan baru, ada beberapa fokus yang akan menjadi program kerjanya selama 4 tahun ke depan, yakni pembuatan ekosistem entrepreneurship. “Konsep manajemen yang kita ajarkan semakin lama semakin tumpul karena perkembangan teknologi. Contohnya saja Nokia yang hilang karena adanya teknologi yang semakin canggih. Keterampilan berkolaborasi dengan berbagai perusahaan, komunitas, dan organisasi menjadi penting. Dengan pembuatan ekosistem entrepreneurship ini diharapkan Prasetya Mulya menjadi tempat yang subur untuk pencetak wirausaha,” jelasnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan isu strategis dalam menciptakan ekosistem entrepreneurship ini. Pertama penguatan ekosistem pendidikan entrepreneurship melalui pembelajaran, komunita, dan ekositem bisnis. Kedua, proses pembelajaran yang menumbuhkan wirausaha yang inovatif. Ketiga, penguatan kompetensi FM. Keempat kualitas dan arah riset yang menunjang posisi sekolah. Kelima, aktivitas kemahasiswaan dan alumni terkait dengan penciptataan ekosistem entrepreneurship. “Prasetya Mulya menyediakan panggung untuk berkolaborasi. Tantangannya adalah bagaimana membuat panggung ini menarik,” ujarnya. Dalam periode yang ia pimpin, Agus berencana untuk membuat 2-3 program baru untuk starta 1 dan 2-3 program baru untuk master. Ia menargetkan ada penambahan seribu mahasiswa baru untuk Sekolah Bisnis dan Ekonomi.

Prasetya Mulya sudah mengantongi izin untuk mendirikan Universitas Prasetya Mulya dari Menristekdikti November tahun lalu. Peresmiannya akan dilaksanakan dalam waktu dekat ini. Dengan berubahnya STIE Prasetya Mulya menjadi Universitas Prasetya Mulya, akan ada penambahan 9 progam studi baru yaitu, program teknik energi terbarukan, program teknik perangkat lunak, program teknik komputer, program desain produk, program teknologi pangan, program matematika bisnis, program ekonomi bisnis, program pariwisata, dan program hukum bisnis internasional. (EVA)

The post Prasetya Mulya Tunjuk Agus W. Soehadi sebagai Dekan Baru appeared first on SWA.co.id.

Dimas Wijaya Dirikan Startup Tanpa Restu Orang Tua

$
0
0
Dimas Wijaya

Langkah Made Dimas Wijaya (27 tahun) bersama beberapa kawannya mendirikan startup Ahlijasa.com bukan pilihan yang mudah. Pertama-tama ia harus menghadapi penolakan orang tua yang sangat tidak setuju jika Dimas meninggalkan kursi empuknya di Bank of America Merrill Lynch, di Singapura. Maklum kedua orang tuanya khawatir dengan plihan Dimas, musababnya, ia dianggap tidak memiliki bakat atau darah entrepreneur Kedua orang tuanya tidak memiliki sejarah sebagai pengusaha.

Apalagi ketika memutuskan untuk membuka usaha sendiri, Dimas bisa dikatakan punya posisi yang bagus, yaitu sebagai Assistent Vice President. Sebuah track record yang membanggakan karena orang tuanya juga punya latar belakang karier sebagai bankir. “Waktu saya bilang ke orang tua mau buka usaha, tapi mereka tidak setuju dan bertanya apakah saya punya darah enrepreneur. Namun, saya  meyakinkan yang penting orang tua percaya saja. Untuk menjadi entrepreneur tidak harus punya darah entrepreneur, ” ujar Dimas.

Dimas bercerita, sempat dibuat pusing dengan pilihan hidupnya tersebut. Ia sampai harus merasakan kantong kosong karena tidak lagi menerima gaji dalam jangka waktu cukup lama dan tidak bisa pulang ke rumah di Indonesia.. “Itu juga satu tantangan jadi entrepreuneur, saya bilang ke diri saya sendiri ketika sudah mengambil keputusan harus maju. Selama tidak berhenti tidak akan gagal,” ujarnya.

Dimas Wijaya

Faktanya, usaha Dimas tidak sia-sia. Startup yang didirikannya bersama kawannya Jay Jayawijayaningtiyas berhasil mendapatkan pendanaan dari angel investor dari Singapura sebesar 6 digit dollar. Meski tidak disebutkan namanya, diinformasikan bahwa putaran pendanaan ini dipimpin oleh seorang pengusaha tambang ternama Singapura.

Baru-baru ini  Ahlijasa juga memenangi kompetisi tingkat regional Startuppedia ASEAN Challenge 2016 yang diselenggarakan oleh firma venture capital asal Silicon Valley, Fenox Venture, dan memperoleh hadiah sebesar US$ 50 ribu.

Di Ahlijasa, Dimas menjabat sebagai Chief Tecnology Officer, sedangkan kawannya, Jay sebagai Chief Executive Officer. Latar belakang pendidikannya yang merupakan Master of Computing di National University of Singapore, menjadikannya Dimas cocok mengemban jabatan tersebut. Di Merrill Lynch ia pernah menduduki sebagai Tecnology Analyst selama hampir 4 tahun. “Latar pendidikan saya memang S1 dan S2 berhubungan dengan komputer dan sistem informasi. Saya mengambil S1 dan S2 di Singaapura,” ujarnya.

Dalam presentasinya, Dimas mengatakan, aplikasi Alihjasa sudah melayani 1.500 pelanggan, 150 mitra, dengan 40 order per hari. Selain itu, pada periode 24 Januari-19 Februari 2016, aplikasi Ahlijasa sudah di-instal sebanyak 1.844 kali. Hingga akhir tahun 2016 nanti, Alihjasa menargetkan untuk dapat melayani 180-500 pesanan setiap harinya. “Terkadang konsumen tidak memberikan kritik dan saran dengan eksplisit, sehingga kami harus benar-benar mendengarkan umpan balik dari konsumen. Berbagai cara akan kami gunakan, seperti data mining, wawancara, atau menghubungi konsumen secara langsung,” ujar Dimas

Ia punya saran untuk para pemuda yang ingin terjun dalam bisnis starup teknologi, untuk bisa pintar mencari masalah. “Yang paling penting dari startup itu adalah kalian mulai dulu dengan pertanyaan yang simpel: adakah masalah yang bisa dipecahkan oleh produk itu?.” (EVA)

The post Dimas Wijaya Dirikan Startup Tanpa Restu Orang Tua appeared first on SWA.co.id.

Lika-Liku Agie Purwa Memproduksi Sepatu Premium

$
0
0
Agie Purwa, Founder Jasmine Elizabeth, mengubah haluan dari pembuat sepatu pesanan merek luar negeri menjadi produsen sepatu premium. (Foto : Vicky Rachman/SWA).

Agie Purwa merintis usaha fesyen kulit sejak masa remaja, yakni di tahun 2000. Ketika itu, Agie menangani permintaan konsumen dari Amerika Serikat, Australia, dan Selandia Baru. Agie yang kini berumur 36 tahun, memproduksi aneka produk fesyen berbahan kulit, di antaranya sepatu. “Skema bisnisnya melalui bussines to bussines, artinya kami membuat produk sesuai pesanan konsumen dan diberi merek-merek luar negeri. Saya tidak bisa menyebutkan nama mereknya karena terkait kerahasiaan konsumen,” ucap pendiri sepatu merek Jasmine Elizabeth saat ditemui SWA Online di Indonesia Fashion Week, Jakarta, Minggu (14/3/2016).

Menurutnya, rata-rata jumlah pemesanan sepatu kulit lebih dari 100-an pasang per tahun. Pemesanannya itu diteruskan ke para pembuat sepatu lokal. Dia mengawasi proses produksinya untuk menjaga kualitas produknya. Terkadang, sepatu buatan pengrajin lokal ini tidak memenuhi standar yang ditetapkan konsumennya. Mau tidak mau, Agie memberikan edukasi kepada pengrajin. Hal itu terus dilakukan antara tahun 2000 hingga pertengahan 2015.

Berkat ketekunannya, Agie mendulang reputasi dan kepercayaan dari pembeli. “Ketika itu, saya mempromosikannya via situs internet. Ketepatan waktu dan kualitas produk menjadi modal untuk menyakinkan konsumen luar negeri,” terang wanita kelahiran 21 Desember 1979 ini. Dia menyebutkan keterlibatannya di bisnis ini karena melihat celah bisnis yang prospektif. Sebelumnya, Agie lebih banyak menghabiskan waktunya di pabrik furnitur milik ayahnya di Tabanan. Sejak umur 12 tahun dia kerapkali mendatangi pabrik furnitur. Lama-kelamaan, ibu dari dua anak ini semakin mengetahui proses produksi membuat furnitur. Sebagian pemesanan mebel berasal dari luar negeri.

Namun sayangnya, pabrik furnitur milik keluarganya itu tutup pada 2000. Penyebabnya, penjualan mebel menyusut lantaran terkena imbas krisis moneter 1998. Pelan-pelan, Agie terus menjalin hubungan dengan buyer dari luar negeri yang selama ini menjadi langganan mebel yang diproduksi ayahnya itu. Lantas, mereka memesan produk fesyen kulit. Agie menyanggupinya. “Itu terjadi sekita akhir tahun 2000-an. Di tahun 2006 saya sudah membuat pabrik sepatu untuk memenuhi pemesanan konsumen,” tandasnya.

Agie Purwa, Founder Jasmine Elizabeth, mengubah haluan dari pembuat sepatu pesanan merek luar negeri menjadi produsen sepatu premium. (Foto : Vicky Rachman/SWA).

Agie Purwa, Founder Jasmine Elizabeth, mengubah haluan dari pembuat sepatu pesanan merek luar negeri menjadi produsen sepatu premium. (Foto : Vicky Rachman/SWA).

Pengalamannya membuatkan sepatu untuk merek luar negeri menginspirasi Agie untuk terjun ke bisnis manufaktur sepatu. Ia memutuskan untuk mendirikan merek Jasmine Elizabeth pada pertengahan tahun 2015. “Pada Desember tahun lalu, Jasmine Elizabeth mulai berdiri dan menjual sepatu,” katanya. Agar memikat pembeli, Agie mengkombinasikan cita rasa lokal dan Eropa untuk desain sepatunya.

lulusan S-1 Manajemen Hotel di Sekolah Pariwisata Bali ini memperkenalkan koleksi sepatunya. Segmen pasar yang dibidiknya kalangan menengah-atas. Langgam sepatunya mengusung gaya foot couture. Menurut Agie, rangkaian koleksi sepatu yang bakal ditampilkan ini dibuat oleh pengrajin lokal dan dibuat manual oleh pengrajin. “100% dibuat tangan dan diawasi ketat agar menjaga mutu dan kualitasnya, desainnya dibuat sesuai musim. Sepatu kami dibuat berdasarkan dua musim yaitu fall dan winter serta spring dan summer,” tandansya.

Lantaran dibuat manual, kapasitas produksinya terbatas. Dua orang pengrajin menghasilkan sepasang sepatu yang dikerjakan dalam dua hari. Untuk harganya, Agie membanderolnya Rp 1,6 juta hingga Rp 2,5 juta per pasang. “Dalam sebulan, rata-rata terjual 25 pasang,” katanya. Sejauh ini, sepatunya banyak terjual di Jakarta dan Bali. “Ke depannya, ingin dijual ke luar negeri, saat ini saya sedang menjajaki pasar di Miami dan Sydney,” terangnya. Proses negoisasi masih berlangsung dan diharapkan bisa terealisasi dalam waktu dekat ini.

Merek Jasmine Elizabeth diambil dari nama anak perempuannya Agie. Unsur kemewahan dan elegan tertuang dalam balutan desain ‎menarik nan unik. “Kelebihannya, sepatu Jasmine Elizabeth bisa digunakan untuk dua sampai tiga tahun ke depan karena desainnya selalu up to date,” imbuhnya. Bahan sepatunya berasal dari kulit domba. Brand sepatu yang dirancang untuk kalangan anak-anak dan dewasa berusia 25-40 tahun ini juga bisa dipesan kustomisasi (custom order). Butiknya berlokasi di Kuta, Bali. “Saya memasarkannya lewat media sosial dan off line,” ucapnya. Kontribusi penjualan dari medsos mencapai 50%. Pun demikian dengan off line. (***)

 

The post Lika-Liku Agie Purwa Memproduksi Sepatu Premium appeared first on SWA.co.id.

Harry Mawardi, Desainer Bermodal Bambu

$
0
0
Harry mawardi

Keseharian Harry Mawardi disibukkan dua hal. Pertama, mengajar mata kuliah Desain Produk di Jurusan Desain Produk, ITB. Kedua, menjalankan bisnis kerajinan bambu yang dilabeli brand Amygdala Bamboo. Meski harus membagi konsentrasi untuk dua dunia yang berbeda itu, tetapi pria lulusan Desain Produk, ITB tahun 2009 itu mengaku dia mencintai keduanya. Terbukti, bisnisnya diganjar penghargaan dari Wirausaha Muda Mandiri tahun 2015, sebagai Juara I Best of The Best Wirausaha Muda Mandiri. Apa dan bagaimana Harry membangun bisnisnya? Berikut kutipan wawancara reporter SWA Online, Arie Liliyah, saat menemuinya dalam pameran Indonesia Furniture and Craft Fair 2016 di Balai Sidang Jakarta.

Harry mawardi

Bagaimana awalnya Anda membangun bisnis ini ?

Awalnya ketika saya dan beberapa rekan dosen serta mahasiswa jurusan Desain Produk, ITB meneliti soal kerajiannan bambu, tetapi waktu itu kami tidak fokus ke bambu saja, ada keramik, dan lainnya. Seiring berjalannya waktu, yang paling mengena dengan kami adalah bambu. Dengan beberapa teknik khusus, bambu ini bisa dijadikan macam-macam bentuk dan tekstur dasar, tidak hanya yang dipotong-potong seperti tabung atau diiris-iris untuk anyaman saja, tetapi bisa lebih dari itu. Dari hasil penelitian desain kami menemukan beragam teknik yang lebih banyak. Tetapi kan umumnya hasil penelitian hanya berakhir di kampus, atau hanya berakhir di jurnal saja. Nah, saya pribadi kurang sreg, karena yang mendapat keuntungan dari hasil penelitian itu hanya dosen dan mahasiswanya, sedangkan pengrajinnya tidak dapat impact apapun.

Prinsip saya pengrajin juga harus dapat sesuatu yang lebih dari pelatihan. Nah, kalau pengrajin diminta memasarkan pasti bingung, tapi saya ingin si desainer juga ikut memikirkan pasarnya. Maka saya putuskan untuk memasarkan sendiri, dari situ berlanjut, Alhamdulillah, sekarang sudah dua tahun jalannya. Dan bisa bertahan dan ada pertumbuhan yang cukup signifikan.

Berapa banyak permintaannya per bulan?

Kalau permintaan itu rata-rata 100 jenis produk per bulan. Jumlah dari masing-masing jenis mulai dari satu unit sampai puluhan unit. Ordernya datang dari beragam klien baik dari proyek maupun perorangan yang beli langsung. Jadi memang kami masih banyak kerjakan produk-produk proyek yang customized.
Permintaannya lebih banyak daru lokal atau dari luar negeri?

Dua-duanya, tetapi sekarang masih lebih banyak yang lokal. Di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandungg, Bali dan Makasar. Kalau luar kami sempat kirim ke Australia, Jepang, Singapura dan Korea Selatan.

Waktu, awal memutuskan untuk menekuni pekerjaan ini menjadi bisnis, apakah Anda menjalankan sendiri atau ada tim?

Jadi waktu itu ada program dana hibah untuk membisniskan hasil-hasil penelitian di ITB. Tetapi bisnisnya harus di bawah pengawasan kampus dan memakai standar mereka. Jadi ada batasan dan syarat yang ditentukan dari kampus misalnya, setiap desain dan produk yang akan diluncurkan harus inovatif, dabn beberapa syarat lainnya. Maka pertumbuhan nya jadi lambat. Kalau desainnya hanya main di visual saja, tidak diterima, padahal kan bisnis harus cepat merespon pasar. Maka saya putuskan saya bikin sendiri saja.

Dengan jalan sendiri saya jadi lebih leluasa, tidak harus selalu inovatif, cukup satu teknik bisa di aplikasi untuk hasilkan beberapa jenis produk. Cukup dengan memainkan varian, misalnya tema sesuai musim tertentu
Jadi setelah memutuskan jalan sendiri, berarti modalnya harus “merogoh” kantong sendiri?

Iya hehe… kan sebenarnya diawal ada modal dari dana hibah itu, tetapi itu karena bisnis baru jalan dan saya belum “pintar” mengelola modal, jadi peruntukkannya jadi kurang jelas, maka habis. Akhirnya saya rogoh kantong sendiri. Kemudian mulai cari pengrajin sendiri, dari situ mulai berdatangan orderan.

Dulu pertama dapat orderan dari mana dan berapa banyak?

Dulu pertama dapat orderan dari klien kami sebuah cafe di Jakarta, dia memesan 11 set vas bunga ( 3 buah per set). Itu lumayan hasilnya untuk diputar lagi jadi modal. Dari situ ada beberapa coffeshop yang liat produk kami dan tertarik untuk pesan.

Sekarang berapa orang pengrajin yang bergabung?

Pengrajin yang jadi karyawan tetap ada 8 orang. Tetapi kami kalau terima orderan besar, kami sudah ada sekitar 100 pengrajin yang di kontrak berdasarkan proyek. Mereka ada di satu desa di Garut.

Bagaimana caranya mendapatkan pengrajin yang bisa mengeksekusi desain anda dengan hasil yang memuaskan?

Iya kami kan mulai sejak 2011 itu, saat itu kami sudah punya pengrajin. Kami bayar dimuka, tetapi produknya lama pengerjaannya, molor dari deadline. Nah, akhirnya saya cari ke Garut. Mereka yang di Garut ini mindsetnya, pengrajin itu profesi dan sumber penghasilan utama mereka. Mereka juga sudah biasa terima orderan besar dengan batas waktu. Maka ketika diajak jadi mitra kami, mereka benar-benar serius dan disiplin dalam waktu. Sekarang kami mau coba rekrut lagi mitra pengrajin di Tasikmalaya dan di Bogor.

Sekarang bagaimana produktivitas pengrajinnya ?

Mereka mampu mengerjakan 100 jenis produk per bulan, dan masing-masing jenis jumlahnya sekitar 20 buah, maka totalnya sekitar 2 ribu buah produk per bulan. Mereka bisa mengerjakannya dengan cepat dan rapih.

Saat ini pemasarannya lewat mana saja ?

lewat online, seperti marketplace tetapi khusus untuk produk dekorasi ruang, seperti livasa.com dan decadeco.com, kalau offline kami jual titip jual di beberapa art shop di Bali dan Jakarta. Awal mulai pemasarannya kami mengandalkan WOMM dan jaringan teman saja.

Bagaimana dengan respons pasar luar negeri ?

Mereka banyak yang suka tetapi lebih banyak yang bertanya, bagaimana keamanan pengirimannya, apakah tidak akan rusak, apakah ada kandungan kimia dalam proses pembuatannya. Apakah tahan jamur, dan sebagainya. Banyak pertimbangannya karena kan raw materialnya bambu. Kendalanya masih disitu, tetapi kami sudah usahakan dengan pakai anti jamur dan obat pengawet.

Selama dua tahun membangun bisnis ini, apa saja tantangan yang dihadapi ?

Tantangan jatuh bangunnya lebih banyak dikarenakan saya sendiri tidak punya latara belakang bisnis, ilmu saya hanya seputar desain. Jadi teknis bisnis dan manajemen usaha itu di awal-awal masih berantakan, tetapi saya berdua dengan isteri terus belajar dan pelan-pelan merapikan semuanya. Selain itu, untuk menentukan harga sebuah karya seni, agak sulit, karena sebagian ada yang bilang terlalu murah, ada lagi yang bilang terlalu mahal. Hal-hal semacam itu yang membuat saya harus terus belajar. Tantangan lainnya adalah ‘merawat’ semangat. Karena bisnis itu kan harus terus stabil, sedangkan manusia kadang kan semangatnya naik turun.

Jadi produk-produk Anda dijual dengan kisaran harga berapa ?

Mulai dari Rp 300 ribu sampai jutaan rupiah.

Inspirasi desainnya dari mana ?

Inspirasi saya banyak melihat dari referensi dari luar (luar negeri-red), dari pameran juga. Kemudian mahasiswa juga kadang memberikan masukan.

Bahan bakunya berasal dari mana saja?

Bahan bakunya bambu, itu asalnya dari Garut, ada beberapa jenis bambu yang kami pakai yakni bambu apus dan bambu tali, dan bambu betung.

Sumber bahan bakunya masih tersedia banyak ?

Saat ini emang masih cukup banyak, tetapi sudah mulai ada tanda-tanda berkurang, sebab banyak juga petani bambu yang jual lahannya dan beralih profesi. Selain itu juga diseputaran Garut banyak pabrik sumpit dan tusuk gigi yang beli bahan bakunya jauh lebih besar dari kami. Alhasil kami merasa seperti harus kompetisi untuk bisa dapat bahan baku yang bagus.

Saat ini sudah punya tim manajemennya ?

Iya tetapi masih kecil sih, mereka sebenarnya keluarga sendiri, yakni isteri dan saudara saya. Mereka membantu untuk administrasi dan keuangan.

Belum terpikirkan untuk merekrut tenaga profesional ?

Belum, karena sebenarnya bisnis di industri seni dan kerajinan ini kan cukup ‘rawan’, ada masa-masanya melambat tetapi juga ada masanya melaju cepat.

Apa rencana dan target kedepan ?

Kami mau buka galeri di Bandung, karena kami sudah ada di artshop di Jakarta dan Bali, tetapi Bandung yang notabene rumah sendiri malah kami belum ada hehe……Kami juga ingin membangun kebun bambu sendiri, kami masih dalam proses mencari lahan. (EVA)

The post Harry Mawardi, Desainer Bermodal Bambu appeared first on SWA.co.id.


Budi Hendrawan, Generasi Kedua Petropack

$
0
0
Hendra dan Devi, penerus PT Petropack Agro Industries

“Kalau kerja di perusahaan lain ada jam kerjanya, kalau disini kami kerja 24 jam, Sabtu dan Minggu tetap masuk. Setiap saat kami harus bisa dihubungi, belum kalau nanti mau beli mesin atau cari bahan baku, kami harus turun lapangan. Malamnya papi biasanya telfon ke kami mengenai bahan baku atau mesin, kalau di perusahaan lain kalau ditelfon malam-malam ngga usah diangkat,”ujar  Florentius Budi Hendrawan, Chief Technology Officer PT Petropack Agro Industries yang biasa disapa dengan nama Hendra itu dengan terkekeh.

Hendra dan Devi, penerus PT Petropack Agro Industries

Hendra dan Devi, penerus PT Petropack Agro Industries

Anak bungsu dari 6 bersaudara ini, merupakan generasi kedua dari PT Petropack Agro Industries yang dimiliki oleh sang ayah, yakni Prihanto Ekoputro.

Bersama dengan Devi, kakaknya, ia bahu-membahu ikut membantu di pabrik yang baru berjalan selama satu tahun ini. Tanggung jawab yang diemban, ayah dua anak ini pun tak main-main, ia harus memastikan bahwa proses produksi berjalan sesuai dengan harapan.

Selain ikut terjun langsung ke lapangan dalam proses produksi, ia dan saudara perempuannya juga ikut dalam membentuk nilai-nilai perusahaan, salah satunya soal profesionalisme. Menurutnya, menerapkan profesionalisme, menjadi sesuatu yang menantang, mengingat kentalnya rasa kekeluargaan di perusahaan tersebut.

Ia pun mencontohkan di awal pertama pabrik Petropack Agro Industries dibangun, mereka membawa 30 orang operator dari Jakarta untuk ikut membantu mengembangkan pabrik. Para operator ini diambil dari holding company mereka, PT Inamulti Inti Pack yang berada di Jakarta.  Ia dan Devi menginginkan adanya suatu aturan dan standar yang dipatuhi karyawan, sehingga perusahaan bisa berjalan sesuai dengan baik.

Kehadiran kakak perempuannya ini, membantunya dalam pembagian kerja di perusahaan. Salah satu contohnya adalah saat pembagian libur dimana mereka biasa mengambil libur secara selang-seling dalam satu minggu. Dengan begitu, Hendra bisa lebih berfokus pada bidang produksi dan melakukan berbagai eksperimen salah satunya adalah membuat produk tanpa adanya waste. Nantinya satu bahan baku bisa dijadikan berbagai produk.

Ia pun mengaku sering melakukan berbagai coba-coba untuk menemukan racikan yang tepat, salah satu contoh produknya adalah keripik buah durian, nangka, salak, dll. Nantinya, produk yang sudah jadi akan diberikan kepada teman-teman ayahnya, untuk dimintai pendapat. Ia pun mengaku banyak mendapat masukan dan pembelajaran dari mereka. Menurut pria lulusan City University, Vancouver, Canada ini, ayahnya banyak memberikan masukan dan membukakan pintu dalam berbisnis.

Namun ini justru membuatnya merasa memiliki tanggung jawab yang besar baik kepada ayahnya maupun perusahaan. Ia sendiri sudah ikut membantu ayahnya sejak tahun 2007 di Jakarta di perusahaan PT Inamulti Inti Pack yang didirkan sejak tahun 80an oleh ayahnya.  Di sana ia masuk sebagai teknisi mesin. Pada tahun 2010 ia pun ikut pindah ke Semarang dan turut membesarkan PT Petropack Agro Industries.

Namun pria kelahiran 8 Juli 1981 ini mengaku bahwa ia ikut dengan ayahnya karena memiliki visi dan misi yang sama. Sebelumnya ia pernah bekerja di salah satu perusahaan fast food,  kebanyakan proses pembuatan makanan menggunakan bahan kimia. Melihat hal ini, ia pun memutuskan untuk bergabung dengan perusahaan keluarga, karena merasa memiliki visi dan misi yang sama.

Kini pria yang beristrikan Fianycia Octaviana ini, berambisikan untuk bisa membuat minuman sehat dan buah yang bisa dikenal di seluruh dunia. Ia juga ingin membuat berbagai makanan sehat lainnya yang terbuat dari bahan-bahan lokal seperti sereal dari ubi jalar.”Sudah dapat acc dari papi, tinggal eksperimen saja,” dia menuturkan dengan aura berseri-seri. (EVA)

The post Budi Hendrawan, Generasi Kedua Petropack appeared first on SWA.co.id.

Google Membawa Mira Sumanti Kembali ke Indonesia

$
0
0
Mira Sumanti, Product Marketing Manager SMB, Google Indonesia

Siang itu di markas Google Indonesia, Mira Sumanti sangat bersemangat menjelaskan mengenai apa itu Google Adwords Express kepada sejumlah media yang hadir. Tentu saja hal itu karena dialah yang bertanggung jawab atas layanan baru dari Google itu untuk pasar Indonesia. Alumni The Hauge University, Belanda tahun 2008 itu menjabat sebagai Product Marketing Manager SMB, Google Indonesia sejak Agustus 2014 lalu. Meski baru satu setengah tahun, ia taampak sangat menguasai bidang pemasaran online. Apa dan bagaimana Mira membangun kariernya? Berikut kutipan wawancara SWA Online Arie Liliyah saat peluncuran Google Adwords.

Mira Sumanti, Product Marketing Manager SMB, Google Indonesia

Mira Sumanti, Product Marketing Manager SMB, Google Indonesia

Sejak kapan bergabung di Google Indonesia?

Saya kerja di Google sejak Agustus 2014, sebelumnya saya kerja di Addidas, 6 tahun di Belanda sebagai Global Marketing Manager. Saya bertanggung jawab untuk kampanye global digital mereka di bidang life style. Nah selama bekerja itu saya sering harus berurusan dengan orang-orang Google, mereka kemudian beberapa kali menawarkan untuk gabung ke Google. Kemudian ada lowongan di Google Indonesia, maka saya kemudian kembali ke Indonesia.

Saya juga baru menyadari sekarang saya benar-benar mendalami dunia pemasaran, padahal dahulu saya kuliahnya di jurusan Hub in Studies, The Hauge University, kemudian somehow berakhir di gital marketing waktu di Addidas dan berlanjut sampai sekarang. Saya bergabung di Addidas dari 2008 sampai 2014.

Kenapa tertarik gabung dengan Google ?

Karena sebelumnya saya sudah sering bekerja sama dengan orang-orang Google dari berbagai negara dan saya melihat mereka itu umumnya unik-unik semua. Semua itu seperti all passionate bunch, salah satunya saya pernah bertemu seorang manager Google Australia yang menagani UMKM juga, tetapi dia secara pribadi punya bisnis blog musik yang sangat populer di sana. Kemudian ada lagi seorang manager Google di Inggris, dia juga punya serving e-commerce sendiri. Jadi mereka itu selalu punya passion yang mereka jalani dan itu yang membuat saya tertarik, mereka itu orang-orang pintar dan memang selalu dianggap pintar hehe… tetapi juga punya sisi lain yang unik karena hobinya seru-seru.

Anda sendiri hobinya apa?

Saya suka musik dan disc jockey di saat ada waktu luang. Kemudian saya juga suka yoga dan belakangan lagi gandrung buat video-video pendek di Youtube, video perjalanan saya ke tempat-tempat liburan dan beberapa video tutorial masak.

Untuk posisi Anda sekarang ini apa saja tantangannya ?

Tantangannya, karena saya banyak berurusan dengan UMKM, banyak orang sekarang mengerti pentingnya pemasaran online dan semua produk google untuk mengembangkan bisnis, edukasi juga merupakan satu hal penting, karena kadang banyak orang yang mengerti pemasaran online itu penting, tetapi mereka tidak tahu bagaimana caranya. Bagaimana memulainya? Lalu kalau sudah berjalan bagaimana merawatnya ? Karena memang, kami sadar, produk kami yang Adwords itu cukup kompleks, tidak terlalu mudah memakainya. Akhirnya kami keluarkan lagi produk mulai dari Google Bisnisku, kemudian Adwords Express untuk lebih memudahkan bagi orang-orang yang baru mau go online.

Kalau di Jakarta memang sudah cukup merata UMKM yang go online dan maksimal. Tetapi kalau kita ke daerah masih sedikit dan cara menginformasikannya di Google pun masih belum maksimal, terkadang juga informasinya beda antara yang tercantum di website dan yang di Google. Akibatnya calon pelanggan atau konsumennya jadi bingung mana informasi yang benar. Yang semacam inilah yang jadi tugas kami mengedukasi mereka.

Bagaimana caranya mengedukasi mereka (UMKM) agar cerdas dalam pemasaran online ?

Kami ajak beberapa pebisnis UMKM yang sudah sukses memasarkan bisnisnya lewat online untuk berbagi kisah suksesnya. Jadi mereka kami ajak keliling ke kota-kota di Indonesia bertemu dengan UMKM lokal setempat kemudian berbagi pengalaman. Rata-rata disetiap kota sekitar 2000 orang yang ikut sharing session itu.

Ada pengalaman yang paling menarik dalam perjalanan edukasi ke daerah-daerah itu ?

Ada banyak yang berkesan salah satunya waktu di Surabaya, kami melihat walikotanya, Ibu Tri Risma sangat hands on sekali, beliau menyempatkan hadir dan mendorong semua pelaku UMKM di sana agar go online. Saya paling senang tiap kali para UMKM, contohnya seperti di eventnya Google Bisnisku, itu kan ada tim Field Agent Team, mereka yang jalan door to door untuk bantu UKM masuk ke Google Bisnisku.

Nah, saya kadang suka ikut bersama mereka ke lapangan, di sana saya sering ketemu bisnis dan pebisnis yang unik-unik. Saya pernah, ketemu namanya Duplikat Kunci Mania, usahanya ini itu pembuatan kunci duplikat, tempatnya dia itu hanya satu petak kecil ukuran 1 x 1 meter di kawasan Bendungan Hilir, Jakarta Pusat. Tetapi bisnisnya berkembang pesat karena di ikut Google Bisnisku. Dia bangun websitenya bagus, sehingga SEOnya dia selalu ada di baris teratas, dia juga punya link di Youtube. Jadi semua pesanan dia lewat online, rata-rata dia bisa menerima orderan lebih dari 10 dalam sehari, saya jadi benar-benar kagum dengan kecepatan si tukang kunci itu. Dia sudah pintar menjalankan semua bentuk pamasaran online. Sangat inspiring. Maka saya sering bawa dia untuk sharing ke teman-teman UKM lain.

Selama menjalani tugas pernahkah menghadapi masalah tetapi solusinya buntu atau merasa bosan dengan rutinitas? Bagaimana menghadapinya ?

Pastinya ada kondisi seperti itu dalam pekerjaan apapun. Kadang karena faktor eksternal dan internal juga. Tetapi di Google itu sistemnya menarik, yaitu setiap orang berkompetisi tetapi diantara kami tetap saling kolaborasi, tetapi saling bahu membahu mencari solusi. Selain itu, hal yang lain membuat saya bisa terhindar dari rasa bosan itu adalah kerja di Google itu ibarat kita diberi bisnis sendiri, jadi tanggung jawab saya itu seperti membangun bisnis milik pribadi. Dengan begitu sense of belonging terbangun. Tapi kalau masalahny dari internal alias dari diri sendiri, misalnya saya lagi buntu, saya suka yoga, kalau sudah fresh baru kembali lagi ke pekerjaan hehe… Atau saya juga kadang mengobrol dengan orang yang benar-benar ahli dibidang itu yang bisa bantu saya kasih pandangan baru sehingga saya bisa dapat jalan keluarnya.

Apa prinsip ada dalam menjalani karier ?

Be nice, don’t be evil. Dalam kerja tim, jika kamu bisa memperlakukan rekan kerjamu dengan baik maka kamu juga akan mendapatkan perlakuan yang sama, itu keyakinan saya. Kemudian ayah saya juga berpesan jangan sombong, selalu membuka diri untuk mau mendengar saran dan kritik dari orang sekitar. (EVA)

The post Google Membawa Mira Sumanti Kembali ke Indonesia appeared first on SWA.co.id.

Dixy Olyviardy Banting Setir Jadi Marketer

$
0
0
IMG_5844

IMG_5844

Sejak Januari 2015 Dixy Olyviardy didaulat menjadi Presiden Direktur Firmenich Indonesia. Firmenich merupakan perusahaan yang berbasis di Swiss, bergerak di tiga bidang, yaitu perisa, wewangian, dan material. Perisa yang diproduksi oleh Firmenich digunakan di industri makanan dan juga minuman. Wewangian, digunakan untuk sampo, sabun, parfum, dan produk lainnya yang mengandung pewangi. Firmenich juga memproduksi material untuk digunakan sendiri dan untuk perusahaan lain. Dan Firmenich sudah beroperasi sejak tahun 1895, tapi di Indonesia sejak 21 tahun lalu.

Sebelum bergabung dengan Firmenich, Dixy sempat berpetualang di Jerman dan Inggris untuk meraih gelar master dan bekerja di cabang perusahaan Mercedes Benz. “Saya merupakan Sarjana Teknik Otomisasi (Teknik Elektro) dari Darmstadt University of Applied Sciences, Jerman. Setelah saya lulus, saya bekerja di cabang perusahaan Mercedes Benz sebagai engineer. Setelah dua tahun di industri otomotif saya tertarik dengan marketing karena saat itu bagian tersebut sedang kosong. Namun, di Jerman karier sudah ditentukan sejak SMA. Jadi misalnya dia mengambil jurusan engineer, mereka tidak bisa bekerja menjadi sales. Jadi karier harus sesuai dengan jurusannya. Akhirnya saya tetap menjadi insinyur di sana selama 4 tahun,” ujar pria kelahiran Semarang, 6 Oktober 40 tahun silam.

Setelah itu, Dixy memutuskan untuk mengambil master lagi di bidang bisnis di University of Hertfordshire, Inggris. Dunia marketing, menurutnya memberikan dimensi dan paradigma yang baru. “Dunia marketing memberikan end to end view mengenai bisnis. Dan engineering merupakan bagiannya. Itulah yang membuat saya semangat untuk mengerti bisnis secara mendalam. Ketika kuliah di Inggris saya terkenal sebagai mahasiwa saya suka bertanya karena saya penasaran tentang dunia bisnis,” kata penyuka sejarah ini. Lama berkecimpung di dunia enjinering membuat cara berpikirnya lebih terstuktur ketika banting setir ke marketing.

Tahun 2006 ia pulang ke Indonesia. Kariernya di bidang marketing mulai ketika ia bergabung dengan perusahaan konsultan enjinering sebagai sales engineer. Kemudian di tahun 2008 ia bergabung dengan Shell di posisi marketing manager. Tahun 2014, ia meninggalkan Shell dengan posisi terakhir vice president for B2B. Keputusannya bergabung dengan Firmenich di awal 2015 dikarenakan ia bisa melihat secara langsung proses bisnis dari hulu hingga hilir.

Sebagai orang nomor satu di Firmenich, Dixy telah mempersiapan 4 fokus utama yang akan menjadi strateginya. Pertama, meningkatkan kerja sama dengan partner bisnis termasuk mensinergikan sistem percepatan pasar. Kedua, berpartner dengan customer untuk menyediakan solusi yang menyeluruh untuk kebutuhan perisa dan juga wewangian. Firmenich akan bertransformasi diri yang semula traditional organization menjadi consultant partner. Ketiga, fokus dengan pengembangan teknologi yang berhubungan dengan perisa dan wewangian. Dixy menjelaskan bahwa Firmenich mengalokasikan 10% dari keuntungan secara global untuk pengembangan research and development. Keempat, meningkatkan customer service level baik dari sisi dari fleksibilitas barang karena konsumen butuh jaminan mengenai ketersediaan barang.

Firmenich juga akan mengoptimalkan supply chain footprintnya di Indonesia. “Target saya 5 tahun ke depan adalah Firmenich menjadi market leader di segmen perisa dan wewangian di Indonesia,” tutupnya. (EVA)

The post Dixy Olyviardy Banting Setir Jadi Marketer appeared first on SWA.co.id.

Empat Sekawan Kantongi Omset Rp1,8 Miliar dari Growbox

$
0
0

Pernah mendapat souvenir berupa kardus berisi bibit jamur ? Atau pernah mencoba menumbuhkan jamur tiram di rumah? Pasti semua akan berpikir, mana mungkin, butuh tempat, modal besar, bibit yang banyak, dan hambatan lainnya. Tetapi empat anak muda dari Bandung ini berhasil membuat semua hambatan tadi “lenyap” dan Anda bisa menumbuhkan jamur tiram di rumah dari dalam sebuah kotak ajaib yang bernama Growbox. Annisa Wibi Ismarlanti (lulusan jurusa Ekonomi, Universitas Padjajaran 2012) dan tiga rekannya dari jurusan Arsitektur ITB 2012, yakni Ronaldiaz Hartantyo, Adi Reza Nugroho dan Robbi Zidna Ilman, berbagi kisah mereka membangun Growbox. Bagaimana bisnis tersebut bisa tumbuh dan berkembang? Berikut wawancara reporter SWA Online, Arie Liliyah dengan Annisa dan Ronaldiaz di Senayan, beberapa waktu lalu.

Bagaimana awalnya bisa membangun bisnis ini ?

Akhir tahun 2012, waktu itu kami baru lulus kuliah, lalu berniat wirausaha dan fokusnya ke agrikultur, jadi cita-cita kami ingin membuat pertanian yang keren, yang diminati anak muda dan bisa diaplikasi dimana saja. Sebelumnya kan secara umum orang-orang menganggap pertanian itu terbelakang dan tidak menarik. Lalu kami mendapat ide, budidaya jamur yang praktis. Kenapa jamur? Sejujurnya karena kalau tanaman lain seperti sayuran, potensi gagal tumbuhnya besar, kami menghindari itu hehe… kalau jamur, tanpa diberikan perawatan khusus pun akan tumbuh, terutama jamur tiram. Kami lalu bikin media tanam yang diberi bibit jamur kemudian dikemas dalam boks karton yang didesain menarik.

Berapa modal awalnya ?

Modal awalnya Rp 2 juta, kami patungan masing-masing Rp 500 ribu. Nah, kebetulan kami sebelumnya punya proyek dan diikutkan dalam sebuah pameran di Singapura, maka saat ikut pameran itu kami bawa produk jamur tiram itu yang diberi nama Growbox. Di sana, cukup laris, kami bawa 10 boks laku semua dengan harga 10 dollar Singapura. Dari sana kami mulai yakin, produk ini prospektif, lalu mulai produksi lagi dan tawarkan lewat online serta pameran. Pokoknya setiap ada pameran di mana saja yang kami boleh ikut, pasti tidak akan kami lewatkan. Tapi ya masih pakai modal patungan, rogoh kantong masing-masing. Akhirnya kami ketemu dengan beberapa perusahaan yang memberi bisnis coaching, salah satunya Shell Live Wire.

Sebelumnya produk Growbox ini kami buat untuk semua kebutuhan, tetapi setelah ikut coaching class, akhirnya kami fokus Growbox ini khusus untuk gift product. Setelah itu, kami melihat setelah empat bulan ternyata si Growbox ini ada limbahnya, yakni bekas media tanam jamur tadi. Kami lalu berpikir, masa sih kami membuat bisnis yang menyumbang limbah? Akhirnya kami riset lagi, apakah limbahnya ini masih bisa dimanfaatkan? Lalu kami temukan bahwa limbah bekas tanam jamur bisa diolah menjadi materi untuk furnitur dan bahan bangunan pengganti batu bata, produk ini kami namakan Mycotech. Nah, lewat kelas bisnis coaching itu produk kedua kami, Mycotech ini kemudian juga dapat sambutan yang baik dari pihak inkubator bisnis, kami diberi tambahan modal untuk memperbesar skalanya. Dari skala laboratorium menjadi skala produksi cukup besar. Sekarang produksinya 1000 m2.

Sekarang untuk offlinen dipasarkan ke mana saja?

Kami sudah pasarkan di Goods Dept, Origin Kitchen, Siete Cafe dan kami juga buka outlet di kantor kami. Tetapi offline itu yang paling banyak adalah pameran. Sampai 2015 lalu kami sudah ikut lebih dari 20 pameran di Bandung, Jakarta, Yogyakarta, Bali dan Singapura.

Kalau pemasaran online sudah mencapai kota dan negara mana saja ?

Kalau online kan cakupannya jadi lebih luas, pesanan itu datang dari ujung Timika, hingga Medan, total kami sudah pernah melayani kiriman Growbox ke 39 kota diseluruh Indonesia. Kalau yang keluar negeri kami sudah melayani kiriman ke 15 negara, tersebar dari Asia, Eropa, Amerika dan Australia.

Rata-rata permintaannya berapa banyak dalam sebulan ?

Kalau yang online rata-rata 500 boks per bulan, kalau offline umumnya perusahaan yang pesan buat souvenir rata-rata diatas 1.000 boks.

Produksinya berapa banyak per bulan ?

Kami saat ini bekerjasama dengan 3 kelompok tani jamur tiram di Lembang, Yogyakarta dan Cianjur. Dari ketiga kelompok tani itu kami memproduksi 2.000 boks.

Berapa besar omsetnya per bulan ?

Dari 2.000 boks itu kami jual Rp 45 – 70 ribu per boks. Jadi rata-rata omset sekitar Rp 150 juta per bulan atau Rp1,8 miliar setahun.

Bagaimana strategi pemasarannya ?

Sebelumnya kami fokus menggarap pemasaran dengan tujuan produk ini dikenal pasar, sekarang kami fokus untuk meningkatkan loyalitas dengan cara kami buat demo-demo masak yang memakai bahanbau jamur tiram, karena banyak konsumen kami yang bingung juga jamurnya dimasak apa? Kami juga cantumkan resep-resep masakan berbahan jamur tiram di instagram dengan hastag resep Growbox, Alhamdulillah sekitar 150an orang like, nantinya kedepan kami mau resepnya dijadikan satu paket dengan Growboxnya.

Apa rencana dan target ke depan ?

Sekarang kami harus mencari cara pengemasan dan kanal untuk ekspor seperti ini, karena beberapa waktu belakangan saya dapat email dari Oslo, Inggris, Hong Kong, Brunei dan Itali minta jadi reseller, tetapi kami belum tau bagaimana untuk masuk ke sana sebagai eksportir. (EVA)

The post Empat Sekawan Kantongi Omset Rp1,8 Miliar dari Growbox appeared first on SWA.co.id.

Strategi Ervan Menaklukkan Bisnis Properti

$
0
0
Ervan

Meksi tengah dihadang kondisi ekonomi yang sulit, namun industri properti nyatanya tetap dicari oleh konsumennya. Peluang psar pun harus digarap sedemikan rupa agar mampu menyerap kebutuhan pasar, sehingga properti bisa laku dan diminati masyarakat.

Ervan Adi Nugroho, Presiden Direktur Paramount Enterprise

Ervan Adi Nugroho, Presiden Direktur Paramount Enterprise

Hal itulah yang ditekankan, Ervan Adi Nugroho, Presiden Direktur Paramount Land, perusahaan properti grup Paramount Enterprise. Menurutnya, properti merupakan salah satu dari tiga kebutuhkan pokok manusia selain sandang dan pangan. Properti tidak hanya menjual hunian, namun juga produk dan lingkungan. Makan, makin menarik lingkungannya, akan semakin tinggi pula daya tarik propertinya.

Ia mencontohkan bagaimana kawasan Gading Serpong, Tangerang Selatan, bisa berkembang dengan pesat. Ia sendiri bergabung dengan PT Jakarta Baru Cosmopolitan yang merupakan sinergi dua grup developer: Summarecon dan Paramount. Namun, tahun 1994, kedua grup tersebut belum memiliki bendera sendiri-sendiri.

Baru di tahun 2004 keduanya berpisah dan ia ikut serta dalam pengembangan Paramount Land. Menurut ayah dari 3 anak tersebut, tantangan dalam industri properti adalah bagaimana menyediakan produk yang tepat sesuai dengan kebutuhan konsumen dengan harga yang tepat pula.

Selain itu, momentum pun ikut memiliki peran, sehingga bisa memberikan hasil yang optimal. Oleh karena itu, melihat perkembangan kelas menengah yang cukup pesat, Paramount Land pun memutuskan untuk fokus  menggarap pasar kelas ini. Paramount Land pun mengeluarkan dua variasi hunian yaitu Malibu village dan Amarillo dengan harga mulai dari Rp 700 juta sampai dengan di atas Rp 1 miliar. Menurutnya pasar kelas menengah menyasar rumah dengan harga di bawah Rp 2 miliar di kawasan Gading Serpong.

Untuk memudahkan penetrasi pasar, pihaknya sengaja membuat konsep pemasaran dengan outlet Super Pro atau supermarket property yang tersedia di 100 kota besar di Indonesia. “Orang mau membeli perumahan di kawasan Serpong tidak harus datang ke sini, tinggal datang ke outlet terdekat. Bisa juga membuat website kami karena 80% informasi sudah lengkap disana,” dia menegaskan.

Selain itu,  pihaknya juga ingin membuat aplikasi dan akan diluncurkan pada semester kedua tahun ini. Hingga saat ini seluruh informasi masih dipusatkan di Super Pro dan website Paramount Land. Menurutnya, kawasan gading Serpong, untuk beberapa tahun mendatang, masih akan menjadi incaran kelas menengah.

Bagi pria lulusan ITB tahun 1986 ini, bisnis properti merupakan bisnis dengan siklus yang naik-turun dan cukup spesifik. Satu kawasan menyediakan lingkungan berbeda yang tidak bisa didapatkan di kawasan yang lain. Masing-masing lokasi unik dan tidak bisa di reproduksi sehingga memiliki magnet tersendiri bagi konsumen.

Meski, saat ini Gading Serpong memiliki prospek yang besar, ke depannya mereka harus bisa mengembangkan produk di lahan yang lain.”Suatu saat lahan disini akan habis, jadi kami harus bisa terus melakukan inovasi, salah satunya dengan menyasar ke luar Gading Serpong,” ungkap Ervan.

Tak puas hanya berkutat di wilayah Gading Sepong, sejak tahun 2015 Paramount Land keluar kandang. Perusahaan ini ekspansi dengan memasuki wilayah Semarang dan Manado. Di tahun 2016 mulai mengevaluasi lahan yang memiliki prospek tinggi. Pihaknya berencana masuk ke Balikpapan dan Pekanbaru. Ke depannya, Paramount Land juga mengincar kawasan luar pulau Jawa.

Namun, pria Kelahiran Rembang 18 Agustus 1964, ini tidak memiliki ambisi khusus di luar mengembangkan Paramount Land. Saat ditanya mengenai ambisi pribadi, ia hanya tertawa dan menjawab ingin mengantar anak anaknya untuk lulus sekolah dan mendapatkan jodoh. Harapan yang sederhana, tapi mulia. (EVA)

The post Strategi Ervan Menaklukkan Bisnis Properti appeared first on SWA.co.id.

Rima Suhaimi Lambungkan RHB Asset Management Indonesia

$
0
0
Rima Suhaimi

Dunia pasar modal bukan hal yang asing bagi Rima Suhaimi. Selama 20 tahun, dia mendedikasikan diri di industri ini. Beberapa perusahaan pun sempat disinggahi untuk menapaki kariernya, seperti ABN Amro dan RHB Asset Management Indonesia yang kini dipimpinnya.

(kanan) Rima Suhaimi, CEO RHB Asset Management Indonesia

(kanan) Rima Suhaimi, CEO RHB Asset Management Indonesia

Rima, demikian wanita berkaca mata ini biasa disapa, mulai bergabung di RHB Asset Management Indonesia (RAMI) sejak tahun 2009. Lima tahun terakhir mengendalikan perusahaan asal Malaysia itu dia melakukan banyak perombakan bisnis, sehingga menghasilkan terobosan signifikan di industri aset manajemen Indonesia.

RAMI pertama kali memasuki pasar Indonesia pada April 2009. Waktu itu, posisi RAMI adalah peringkat ke-54 dari 99 perusahaan fund management di Indonesia dengan total dana kelolaan Rp179 miliar (US$13,71 juta). Nah, dengan sentuhan tangan Rima yang piawai mengelola bisnis reksa dana, maka tahun 2015 RAMI berhasil menempati posisi ke-14 di industri fund management dengan total dana kelolaan lebih dari Rp5,5 triliun (US$421,134 juta) per Februari 2016.

Prestasi RAMI itu mencuri perhatian Asia Asset Management Best of The Best Country, sehingga diganjar dengan penghargaan Rising Star Indonesia yang diserahkan di Hong Kong pada pertengahan Maret 2016 ini. Penghargaan tersebut diberikan kepada peserta pasar yang menjadi “The One to Watch”, karena dianggap menjanjikan dalam industri pengelolaan dana di suatu negara. Pemenang kriteria ini dianggap telah menunjukkan prestasi menonjol dalam hal keuangan, perusahaan, integritas, inovasi, pengembangan strategis serta kualitas layanan yang tinggi.

Menurut lulusan S1 Finance di sebuah universitas di Filipina itu, sejak tahun 2003 kepemilikan saham RAMI telah beberapa kali mengalami perubahan, sehingga perusahaan memperoleh kesempatan untuk mendapatkan berbagai kapabilitas in-house yang lebih besar dengan strategi produk yang berubah dari awalnya capital protected fund kemudian diikuti dengan penambahan reksa dana open end berbasis saham, fixed income, dan pasar uang.

Bagaimana dengan outlook industri reksa dana di Tanah Air? Rima memperkirakan, adanya perkembangan terus menerus dalam industri dan regulasi, di mana pasar Indonesia akan lebih terbuka. Nantinya akan lebih banyak jenis produk dan mulai diperkenalkan cross borders products. Sementara, varian-varian produk lain bakal bertambah guna menopang berbagai macam mata uang, pasar dan profil risiko investor.

Rima memprediksikan, pasar industri dan ritel akan tumbuh beriringan dengan pertumbuhan ekonomi, inisiatif pendidikan investor, pengelolaan jaminan kesehatan masyarakat BPJS.

“Kami sedang mengamati pasar syariah, khususnya pengelolaan investasi luar negeri. Tahun ini RAMI akan meluncurkan satu produk reksa dana syariah dan satu produk reksa dana fixed income untuk melengkapi 10 reksa dana terbuka dan 8 reksa dana terproteksi RAMI di pasar saat ini,” jelas Presiden Direktur RHB Asset Management Indonesia, itu.

Rima Suhaimi

Rima Suhaimi

Targetkan dana kelolaan Rp6,2 triliun

Beberapa indicator ekonomi seperti Product Domestic Brutto (PDB) 5,2%, inflasi 4,5%,BI Rate 6,75% dan CAD 2,6%, maka kebijakan fiskal dan moneter yang saling mendukung memainkan peranan paling penting untuk
mendukung pertumbuhan ekonomi.

Menurut Rima, dengan fokus pemerintah saat ini dalam perbaikan infrastruktur diharapkan akan mendorong. pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Namun hal tersebut juga harus didorong dengan
stimulus moneter yang mendukung, salah satunya adalah penurunan suku bunga.

Dari segi fiskal, penerimaan pajak pemerintah diprediksi masih akan menjadi risiko. Kemungkinan pendapatan dari segi pajak masih berpotensi di bawah target. Target penerimaan pajak tahun 2016 sebesar Rp 1.546 triliun (naik 25% dari penerimaan pajak tahun lalu).

“Tingkat suku bunga Bank Indonesia yang saat ini berada di level 6,75% menurut kami sudah mencapai target. Namun, tidak menutup kemungkinan adanya penurunan kembali sebesar 25 basis poin,” ujar Rima menjelaskan dengan didampingi Edward Narodo, Vice President Bank Distribution Relationship Manager Retail Marketing PT RHB Asset Management Indonesia.

Dijelaskannya, saat ini komposisi kepemilikan asing di pasar Surat Utang Negara (SUN) sebesar 38,3% per 11 Maret 2016. Penerbitan SUN (s/d Maret 2016) sebesar Rp209,7 triliun atau 39% dari target tahun 2016. Sementara itu, lelang obligasi Rupiah naik menjadi Rp98,2 triliun (tahun berjalan) lebih tinggi dari target kuartal pertama (Rp97,3 triliun). “Untuk strategi FI kita akan fokus pada obligasi yang memiliki jangka waktu yang lebih panjang (10 tahun),” dia berujar.

Bagaimana prediksi pasar saham? “Kami memperkirakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan berada pada level 5.100 berdasarkan perhitungan 16x rata-rata laba perusahaan dan 1 standar deviasi.Untuk kepemikan kami terhadap pasar saham adalah netral, yang berarti porsi saham ada pada kisaran 85%-95% dari total dana kelolaan,” jelas Rima lagi.

Dana kelolaan RAMI saat ini tercatat Rp5,4 triliun dan tahun 2016 ditargetkan naik 32% menjadi Rp6,2 triliun. Dana kelolaan tersebut terdiri dari reksa dana saham Rp1,41 triliun, reksa dana pendapatan tetap Rp1,31 triliun, dan reksa dana pasar uang Rp2,75 triliun.

Hingga kini, sekitar 70% investor RHB Asset Management Indonesia merupakan investor institusi dan sisanya 30% investor ritel. Agar lebih banyak investor ritel, RAMI akan membangun sistem distribusi penjualan reksa dana secara online.

Bagaimana kinerja produk reksa dana RAMI? “Mengacu data Infovesta Utama, salah satu produk reksa dana saham RHB Alpha Sector Rotation mencetak yield bulanan sebesar 5,03%, tahunan -7,06%, dan 5 tahunan sebesar 55,12%,” ungkapnya. (EVA)

The post Rima Suhaimi Lambungkan RHB Asset Management Indonesia appeared first on SWA.co.id.

Jurus Erwin Wijaya Kembangkan Cat Lokal Berkelas Internasional

$
0
0
Erwin Wijaya, CEO  PT Indowijaya Sakti Teguh. (Foto : Majalah SWA).

Erwin Wijaya mendirikan PT Indowijaya Sakti Teguh pada 2012. Perusahaannya itu memproduksi cat tembok bermerek Puffin Paint. Erwin adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Ayahnya, Effendy Wijaya, adalah pendiri sekaligus pemilik PT Indopenta Sakti Teguh.

Erwin menceritakan, ayahnya merupakan pengusaha bahan bangunan, khususnya keramik dan granit, yang dirintisnya 25 tahun silam. Indopenta menjual keramik bermerek Grand Royal. Perusahaan yang berbasis di Jakarta ini memiliki jaringan distribusi di sejumlah kota di Indonesia. Pabrik keramiknya berlokasi di Bogor, Jawa Barat.

Nah, kiprah Erwin menggeluti bisnis cat tembok bermula dari pengamatan dan pengalamannya di bisnis bahan-bahan bangunan di Indopenta. “Saya melihat peluang bisnis cat tembok. Selama ini cat tembok adalah satu-satunya bahan bangunan yang belum dijual Indopenta,” ungkapnya. Dia meyakini, peluang pasar cat tembok sangat potensial karena skala pasarnya sangat besar. “Kalau keramik itu kan hanya sekali digunakan konsumen dalam jangka waktu yang lebih lama, tetapi konsumsi untuk cat mungkin setiap tiga tahun sekali, sehingga market-nya besar sekali,” ia menjelaskan alasannya menekuni bisnis cat tembok.

Erwin Wijaya, CEO PT Indowijaya Sakti Teguh. (Foto : Majalah SWA).

Erwin Wijaya, CEO PT Indowijaya Sakti Teguh. (Foto : Majalah SWA).Sebelum ke Tanah Air, Erwin mengasah jiwa kewirausahaannya di China dengan membuka restoran Ipotsuki. Erwin bertualang ke Negeri Tirai Bambu seusai merampungkan kuliah S-1 pada 2011 di University of International Business and Economics, Victoria University, Australia. Ia tinggal di Beijing, China, untuk menimba ilmu bahasa selama satu tahun. Setelah menimba ilmu bisnis di negara tersebut, ia kembali ke Tanah Air dan membantu perusahaan keluarganya, Indopenta.

Perjalanan bisnis Erwin tidak bisa dilepaskan dari kegigihannya mendirikan Indowijaya pada 2012. Modal awal pendirian perusahaan tersebut bersumber dari pinjaman dan subsidi Indopenta. Indowijaya memproduksi cat tembok yang bermerek Puffin Paint. Erwin bercita-cita, Puffin Paint menjadi cat dinding yang menguasai pasar nasional dan internasional. “Puffin Paint beroperasi hampir tiga tahun. Sebagai perusahaan baru, omset kami sekitar Rp 500 juta tiap bulan dengan market share 5%,” tuturnya.

Awalnya, cat dinding yang dijual Erwin nyaris mirip dengan produk sejenis di pasaran. “Kinerja kami mengalami naik-turun di tahun pertama,” ia mengungkapkan. Ia lalu mencari celah bisnis agar cat temboknya bisa digemari konsumen serta mendongkrak omsetnya. Berdasarkan pengamatannya, Erwin memproduksi cat tembok untuk segmen menengah-bawah. Alasannya, cat tembok premium yang sudah ada di pasaran memiliki pangsa pasar tersendiri dan konsumen lebih mengutamakan merek-merek cat tembok tersebut. Akibatnya, konsumen tidak mudah jatuh hati ke merek cat tembok lainnya. Itulah alasan Erwin memproduksi cat tembok yang menyasar segmen pasar tersebut. “Akhirnya, saya memproduksi Nucolour, yaitu cat tembok untuk segmen menengah-bawah. Produk tersebut lumayan laris,” ujarnya.

Nucolour merupakan cat dinding eksterior. Harga jualnya Rp 1,3-1,4 juta per kaleng yang berbobot 25 kilogram. Garansinya lima tahun. Respons pasar terhadap Nucolour sangat menggembirakan. Lalu, Erwin memperluas sayap bisnisnya melalui distribusi yang dimilikinya sendiri. “Jumlah distributor sebanyak 25 cabang, mayoritas berada di Pulau Jawa, sedangkan cabang di luar Pulau Jawa sebanyak lima unit,” pria kelahiran Jakarta 17 Maret 1987 ini menerangkan. Tahun lalu, ia mengubah strategi distribusi Puffin Paint ke agen-agen penjualan. Tujuannya, agar saluran penjualan cat temboknya lebih fokus dan tepat sasaran. “Saat ini, jumlahnya sebanyak lima agen penjualan. Nantinya penjualan melalui distributor mulai dikurangi karena saya akan menjualnya ke agen-agen penjualan,” Erwin menambahkan.

Saluran penjualan cat temboknya dibarengi dengan produk yang inovatif. Indowijaya pada September 2015 merilis cat antiserangga yang diberi merek Insect Guard. Kehadiran produk yang inovatif adalah opsi yang dipilih Erwin untuk menerobos pasar. Hitungannya tidak meleset karena Insect Guard mampu mendongkrak nama perusahaannya dan Puffin Paint. “Insect Guard adalah produk buatan Indonesia yang diproduksi di pabrik kami di Cileungsi, Bogor,” katanya dengan nada bangga.

Erwin melihat ceruk bisnis yang menggiurkan bagi pasar cat tembok antiserangga. Berdasarkan kajian internal Indowijaya, ia menyimpulkan bahwa konsumen domestik membutuhkan cat tembok antiserangga. Bahan Insect Guard ini tediri dari bahan pengikat akrilik khusus dan mengandung zat kimia alami yang berasal dari ekstrak biologis dan tumbuh-tumbuhan yang berfungsi untuk mengusir aneka serangga. Produk ini sudah melalui serangkaian tes dan ujicoba serta terdaftar di HSE (Health & Safety Executive) Inggris. Daya tahan cat ini lebih dari tiga tahun, mudah dibersihkan, aman, dan antijamur. Cat tersebut sudah diproduksi dalam 10 warna. Erwin menyebutkan, pihaknya di tahun 2016 akan menambah varian warnanya hingga 1.100 pilihan. “Sedangkan target penjualan Insect Guard pada semester I tahun ini sebesar 300 ton/bulan,” ujarnya. Harga cat itu dibanderol Rp 200 ribu untuk kemasan 5 kg atau Rp 1,2 juta untuk kemasan 25 kg.

Erwin mengklaim, Insect Guard tidak ada pesaingnya di pasar domestik. Cat antiserangga di luar negeri, lanjutnya, tersedia di Jepang, Malaysia, serta negara-negara Afrika dan Eropa. Ke depan, ia akan menguji tes tingkat keracunan Insect Guard di Singapura. “Hasil tes di Singapura menjadi modal untuk mengekspornya ke luar negeri,” tuturnya. Untuk menaikkan performanya, Erwin bertekad untuk terus berinovasi serta mengembangkan produk dan komunikasi pemasarannya. Effendy, sang ayah, menyarankan Erwin agar rajin memantau langsung operasional bisnisnya. “Agar mendapatkan pengalaman yang lebih banyak,” Effendy menegaskan.(*)

Vicky Rachman & Tiffany Diahnisa

Riset: Muhammad Khoirul Umam

The post Jurus Erwin Wijaya Kembangkan Cat Lokal Berkelas Internasional appeared first on SWA.co.id.


Martin Gabungkan Sistem Online dan Offline Rooang.com

$
0
0
Martin Hendriadi Fu, Founder dan CEO Rooang.com

Indonesia merupakan negara yang besar dan menjadi pangsa pasar yang besar pula untuk industri properti. Hal ini karena Indonesia memiliki 250 juta penduduk di mana 25 juta di antaranya tidak memiliki tempat tinggal. Tak heran bila industri properti tumbuh subur di Indonesia, tapi hal ini bukan berarti konsumen bisa menemukan rumah idaman dengan cepat.

Martin Hendriadi Fu, Founder dan CEO Rooang.com

Martin Hendriadi Fu, Founder dan CEO Rooang.com

Banyak kendala yang ditemui seseorang saat ingin membangun rumah, salah satunya adalah menemukan arsitektur atau desain interior yang sesuai dengan keinginan Anda. “Teman saya dulu kesulitan mencari arsitek untuk membangun rumah. Kalaupun mencari pasti di internet, tapi belum tentu tenaga yang dibutuhkan sesuai harapan,” ujar Martin Hendriadi Fu, pendiri dan CEO dari Rooang.com.

Ia menyadari tidak adanya database yang menyimpan mengenai tenaga ahli properti seperti desain interior atau arsitektur di Indonesia. Pria yang berusia 35 tahun ini pun memiliki ide untuk mendirikan Rooang.com, sebuah platform yang mempertemukan konsumen dengan tenaga ahli yang dibutuhkan.

Konsumen bisa mencari portofolio tenaga ahIi yang sesuai dengan kebutuhan mereka secara lebih mudah. Platform yang baru berdiri pertengahan tahun 2015 ini diakui Martin masih dilakukan pengembangan secara bertahap.

“Tahun lalu kami masih dalam mendata berbagai professional yang ada seperti arsitek dan interior design. Fokus awal kami mengumpulkan database dulu, baru memulai projek,” ujarnya menjelaskan. Para profesional tidak hanya berasal dari pulau Jawa saja melainkan dari Kalimantan, Sulawesi, dll. Hal ini dilakukan hingga awal tahun 2016, setelah itu mereka baru akan menawarkan proyek kepada konsumen.

Menurut lulusan Stanford University, yang mengambil Management Science,  mereka sudah memiliki 50 proyek yang rencananya akan dijalankan di tahun 2016. Kebanyakan proyek yang dilakukan adalah membangun tempat tinggal, meskipun ada juga proyek lain seperti ruko, kantor bahkan mendesain booth untuk di mall. Biaya yang ditawarkan pun bervariasi mulai dari Rp 10 juta hingga ratusan juta.

Namun, meskipun website mereka sudah dikunjungi puluhan ribu orang per bulan, nyatanya masih banyak konsumen yang takut untuk mencari tenaga profesional di dunia maya. Pria kelahiran 3 Maret 1981 ini mengakalinya dengan menggabungkan sistem online dan offline.

Setelah menemukan arsitektur atau desainer  interior yang tepat, nantinya konsumen bisa bertemu dengan para profesional di dunia nyata. Nantinya, mereka bisa berinteraksi langsung dan menentukan proyek yang ingin dilakukan.

Ke`depannya, eksekutif muda  yang juga Direktur Mikatasa Group ini, ingin mengembangkan banyak hal dari Rooang.com. Ia ingin agar konsumen bisa mensubmit berbagai proyek yang ingin mereka kerjakan, nantinya aka nada calon-calin designer yang tertarik dengan proyek tersebut. Konsumen pun bisa lebih mudah menemukan profesional yang dibutuhkan dengan melihat profilnya..

Martin berharap, agar Rooang.com bisa menjadi marketplace yang menyediakan berbagai kebutuhan untuk para pemilik bangunan baru, misalnya furniture dan kebutuhan lainnya. ia juga mengharapkan bisa mengoalkan 1.000 profesional yang mendaftar di situs tersebut. (EVA)

The post Martin Gabungkan Sistem Online dan Offline Rooang.com appeared first on SWA.co.id.

Hadi Wenas, Ide Gila Pemasaran Mataharimall.com

$
0
0

Setelah berhasil membesarkan Zalora serta menjadi otak di balik keberhasilan Groupon, Erafone hingga Ralali lewat e-commerce, kini Hadi Wenas mulai menunjukkan kepiawaiannya memimpin Mataharimall.com sebagai Chief Executive Officer (CEO). Penampilannya tetap nyentrik khas anak muda, demikian juga ide-ide dalam kepalanya masih brilian meski menjurus “gila”. Tetapi dengan ‘ide gila-gilaan’ itu, kini mall online tersebut diklaim mampu meningkatkan pertumbuhannya hingga 17 kali lipat lebih besar dibandingkan saat pertama diluncurkan pada September 2015 lalu.

Apa dan bagaimana strategi pemasaran yang diklaim ‘gila-gilaan’ oleh sang nahkoda itu? Berikut kutipan wawancara SWA Online, Arie Liliyah dengan Hadi Wenas dalam forum Echelon Indonesia 2016, 5/4/2016 lalu.

Bagaimana strategi pemasaran Mataharimall.com dibangun ?

Sebelum ke strategi penasaran, saya mau jelaskan dulu bagaimana budaya dalam perusahaan dibangun, karena dari sanalah lahir ide-ide termasuk strategi pemasaran. Jadi, kami punya budaya kerja yang dirangkun dalam tiga kata yakni Bold, Fast dan Fun. Bold maksudnya kami bekerja dan melayani lebih dari pada yang lain. Fast maksudnya kerja cepat, misalnya kami rapat pagi ini maka deadline untuk realisasi hasil rapat harus sore harinya. Begitu juga jika kami rapat malam hari maka deadlinenya besok pagi. Fun, ini salah satu elemen penting juga, karenas etelah semua orang sudah bekerja dengan bold dan fast, maka untuk bisa tetap menjadi tim yang solid, kami butuh fun. Tidak perlu keluar kantor, karena didalam kantor pun kami sudah bisa menemukan sudut-sudut yang bisa bikin kami sedikit fun, misalnya main game atau sekedar duduk mendengarkan musik. Nah, bagaimana ketiganya bisa jalan? Kuncinya dimulai dari pemimpinnya dulu, harus jadi role model. Seorang pemimpin harus jadi panutan bagi bawahannya, jika tidak itu hal yang sangat memalukan. Dengan demikian nilai-nilai yang dicontohkan akan jadi budaya dalam organisasi.

Anda sendiri seperti apa cara memberikan atau menjadi role model ?

Saya ini orang Surabaya yang tetangganya Madura, jadi saya terbiasa cepat dalam hal apapun, kerja, bicara, berpikir hehe… saya juga suka mengeluarkan ide-ide yang gila dan mendukung setiap orang yang punya ide yang out of the box. Dengan begitu semua orang disekitar saya tahu, oh, mereka bekerja dengan seorang ‘bonek’ hahaha… tetapi selain itu saya juga orangnya direct, jadi kalau saya lihat ada kesalahan langsung saya tegur, cukup keras, tetapi maksudnya agar kesalahan segera diperbaiki jadi masalah bisa segera tuntas. Demikian juga kepada diri sendiri, saya memacu diri sendir untuk terus perbaiki kekuarangan dengan belajar dari orang-orang sekitar saya.

Bagaimana caranya mendorong orang-orang anda untuk memberikan ide yang kreatif dan ‘gila’ ?

Pertama kami memang sengaja meng-higher anak-anak muda, kedua mereka diberikan ruang terbuka untuk mewujudkan ide-idenya. Karena kalau tidak beri ruang, ya percuma juga, meskipun organisasinya terdiri dari orang-orang muda.

Apa contoh ide gila yang sudah berhasil dilakukan untuk pemasaran Mataharimall ?

Salah satunya adalah kampanye sewa pasangan kencan online saat momen April Mop kemarin, kampanye itu berhasil menaikkan kunjungan 5 kali lipat dan transaksi naik 2,5 kali lipat dalam waktu tiga hari (1-3 April 2016, red)

Dari mana datangnya ide kampanye sewa pasangan kencan itu ?

Ide itu datang dari salah satu staf pemasaran kami, namanya Nida, dia anak muda dengan ide yang luar biasa. Itulah hasil dari budaya kami bold, fast and fun, mereka jadi semangat mencari dan menciptakan ide-ide baru. Mereka tidak takut untuk share ke saya dan atasannya yang lain, karena mereka juga sudah tahu saya suka ide-ide gila juga hehe…

Apakah kampanye itu hanya semata untuk kepentingan pemasaran dan menaikkan traffic ?

Tidak demikan, traffic naik itu dalah dampak demikian juga penjualan naik, itu adalah dampak. Sebenarnya tujuan utama kampanye itu adalah menyampaikan pesan sosial mengenai stop human trafficking, manusia bukan barang dagangan. Jika kemarin saat kampanye kan, iklan tersebut tersebar di media sosial, nah, jika diklik yang keluar adalah sebuah pesan sosial melawan perdagangan manusia.

Iklan atau kampanye tersebut berpotensi mengundang reaksi kontra dari masyarakat, apakah sudah dipikirkan mengenai hal itu sebelumnya ?

Iya, sebagai pemimpin saya sudah bilang, bahwa saya berani tanggung jawab jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Kenapa begitu? Karena dengan begitu, bawahan saya bisa terus berani berkreasi dengan ide-ide yang lebih gila lagi. Kalau saya tidak kasih garansi, mereka pasti akan takut dan mundur duluan sebelum idenya disampaikan, kan sayang. Padahal seringkali dari ide yang kontroversial itu bisa datangkan dampak yang lebih bagus. Tetapi tetap dikontrol. Demikian juga yang terjadi pada kampanye kemarin itu, memang itu iklan kontroversial dan “bohongan”, tetapi memang saat momen April Mop yang lain (e-commerce, red) juga membuat hal serupa, tetapi mungkin hanya untuk humor, sedangkan kami mengemasnya menjadi sebuah kampanye sosial, dengan pesan anti perdagangan manusia.

Semua stakeholder Mataharimall mendukung kampanye itu ?

Pesannya mereka dukung, tetapi iklanya itu awalnya sempat membuat keluarga owner (Lippo Group) sedikit kaget, tetapi saya sudah lebih dahulu sounding ke Pak Jhon (Jhon Riyadi, red), saya bilang pak besok akan ada sesuatu jangan kaget ya. Beliau jawab,’akan ada apa?’, saya bilang “maaf Pak saya belum bisa kasih tahu, liat besok saja kejutannya,”. Esoknya dia kaget, tetapi kemudian setelah itu beliau jadi ikut dukung karena ternyata itu adalah kampanye anti human trafficking he he…. (EVA)

The post Hadi Wenas, Ide Gila Pemasaran Mataharimall.com appeared first on SWA.co.id.

Dian N. Abubakar Garap Bisnis PR untuk Startup

$
0
0
IMG-20160405-WA0010

Mulai merintis karier di dunia Public Relation (PR)  sejak tahun 1998 membuat Dian Noeh Abubakar semakin mantap dengan bisnis yang ia jalani saat ini. Kennedy Voice & Berliner Public Relation adalah bendera bisnis yang ia kibarkan sejak 23 November 2011 lalu. “PR kita memiliki beberapa practice group yaitu Voice of Start Ups, Voice of FinTech, Digital Voice dan Socio Voice,” cerita Dian, Founder dan CEO Kennedy, Voice & Berliner (KVB).

“Saat ini, 80% client kami berasal dari big company. Dan 20% nya berasal dari start up dan venture capital firm juga ada,” sambungnya. Pergeseran client ini dinilai oleh wanita kelahiran tahun 1972. Sebab, menurutnya saat ini start up sedang dalam kondisi yang terus tumbuh dengan ekosistem yang juga semakin membaik.

IMG-20160405-WA0010Salah satu hal yang membedakan KVB dengan PR lainnya adalah adanya  Voice of Startups yaitu PR untuk start up, Voice of Fintech untuk teknologi dan Socio Voice  untuk Socio Enterpreneurship. “Fokus utama kami memang di corporate yaitu 80%. Tapi kami melihat potensi yag besar untuk bisnis start up yang terus naik karena market yang besar,” kata dia.

Voice of Startups sudah mulai dikembangkan sejak 2012 silam. Untuk program start up dan melayani client start up juga sudah dimulai sejak tahun  2012. Namun baru-baru ini tepatnya sejak Desember 2015, Dian tengah mempersiapkan forum www.voiceofstartups.org yang dikembangkan sebagai wadah untuk meletakkan artikel atau sebagai sarana untuk melakukan komunikasi dua arah  yang diperuntukkan bagi client KVB, student, start up dan beberapa company yang ingin melakukan sharing. “Sebenarnya forum itu sudah dapat digunakan dan sudah ada juga yang join, tapi saat ini masih ada beberapa hal yang ingin kami perbaiki,” jelasnya.

Dalam merintis bisnis tentunya tidak terlepas dari tantangan dan hambatan. Namun yang membedakan setiap bisnis adalah bagaimana sang owner menyikapi segala tantangan yang dihadapi. Menyerahkah? atau justru semakin semangat untuk menaklukan tantangan yang ada. Yang terjadi pada Dian adalah ia menganggap setiap tantangan menjadi hal yang ia sukai. “Saya suka dunia PR karena tantangannya kita berhadapan dengan manusia yang memiliki karakteristik berbeda-beda. Tapi dari situ saya menjadi sangat suka karena saya harus terus belajar untuk bagaimana berkomunikasi yang baik, bagaimana untuk berbicara yang baik, dan bagiamana pula caranya agar PR benar-benar memahami perkembangan teknologi,” ceritanya.

Wanita yang gemar membaca buku-buku sastra lama dan berenang ini mengakui bahwa terdapat perbedaan antara client yang berasal dari big company dengan start up. “Kalau start up itu tidak semudah perusahaan besar. Karena kalau perusahaan besar kita sudah mengetahui bisnisnya seperti apa. Tapi kalau start up tidak jarang kita belum memahami bisnis mereka. Entah dari teknologinya atau bahkan ownernya sekalipun,”  katanya.

Namun hal tersebut tidak menjadi masalah baginya. Pasalnya bagi Dian setiap perusahaan baik itu besar atau masih start up sekalipun kunci utamanya adalah pada founder yang memiliki visi dan misi yang kuat. Di sisi lain bisnis yang dijalani juga harus memiliki impact yang kuat, tidak hanya untuk dirinya tapi juga untuk orang lain.  “Yang kami lihat dari start up biasanya adalah inovasi dan impact yang mereka buat,” tutupnya. (EVA)

The post Dian N. Abubakar Garap Bisnis PR untuk Startup appeared first on SWA.co.id.

Karpet Rasfur Andalan Tukino

$
0
0
Tukino dengan produk karpet rasfur buatannya

Berangkat dari modal Rp 10 juta, tiga tahun yang lalu Tukino merintis usaha yang kini menjadi sumber pemasukan utama keluarganya. Usaha tersebut adalah produksi karpet rasfur yang dia beri label @tukino sebagai branding sesuai namanya sendiri. Tukino mengaku, ide penggunaan rasfur sebagai bahan utama pembuatan karpetnya adalah hasil dari penjualan produk matras boneka yang tidak signifikan.

“Awalnya saat saya merintis bisnis ini, arah usahanya adalah pembuatan matras boneka. Maka dari itu web kami bernama pabrikmatrasboneka.com. Matras sendiri adalah produk yang perkembangan penjualannya tidak signifikan, karena prsaingan makin ketat. Dari pengalaman ini, kami mencari ide-ide produk lain untuk diproduksi supaya bisnis @Tukio bisa bertahan,” jelasnya.

Tukino memperhatikan kebutuhan konsumen dan dia menyimpulkan bahwa hampir setiap keluarga membutuhkan karpet. Dia sengaja memilih karpet karena tidak jauh berbeda bahan dan pengerjaannya dengan matras boneka, sehingga tidak memerlukan cost tambahan dalam pembuatannya. Rasfur yang awalnya merupakan bahan dasar pembuatan boneka pun disulap menjadi karpet.

Tukino dengan produk karpet rasfur buatannya

Pria ini mengaku bahwa pembuatan karpet menggunakan rasfur masih jarang ditemukan dan ini merupakan salah satu nilai tambah dibandingkan dengan produk lain yang serupa di pasaran. Nilai tambah lain, Tukino juga bersedia melayani desain custom dari pelanggan. “Selain bahannya yang lembut karena merupakan bahan khusus boneka, keunggulan bisnis saya juga meliputi custom made. Jadi kami terima pembuatan desain-desain yang sesuai dengan keinginan konsumen,” ujarnya menjelaskan.

Meski bersedia membuat produk custom made, pendapatan utama bisnis @tukino masih didominasi oleh produk-produk non custom. Desain dasar dari produk-produk non customnya umumnya bergambar atau berbentuk karakter-karakter animasi. Ada strategi tersendiri di balik penggunaan desain karakter-karakter animasi dengan warna-warna yang cerah tersebut.

“Target penjualan utama kami adalah ibu rumah tangga dan anak-anak. Kenapa ibu rumah tangga? Karena di dalam tatanan keluarga, ibu adalah yang paling banyak berbelanja. Sedangkan orang tua kan umumnya ingin menyenangkan anaknya. Karena yang saya jual adalah produk untuk keluarga, jika saya bisa menjual produk yang menarik perhatian anak-anak kemungkinan bagi produk saya untuk terjual akan menjadi lebih besar,” tuturnya.

Untuk promosi produk-produk dagangannya, Tukino menggunakan jalur online. “Kami membuat web yang bernama pabrikmatrasboneka.com sebagai jalur promosi. Langkah ini kami ambil karena jenis usahanya UKM dan minim modal, tidak bisa menggunakan jalur iklan yang mahal. Apalagi jualan melalui online kan pasarnya luas,” jelasnya. Selain melalui situs tersebut, Tukino juga menggunakan jalur-jalur media sosial lainnya seperti Facebook, Twitter, dan Instagram. Dia menjual secara eceran kepada konsumen. Juga,  membuat membership untuk B to B.

Berapa gambaran omsetnya?

Melalui jalur membernya saja yang berjumlah 50-an, Tukino mampu menjual hingga 500 produk sebulan. Ditambah dengan penjualan ke konsumen, dia mengaku rata-rata jumlah terjual per bulannya bisa mencapai 800 produk dengan minimal harga produk karpet yang ditawarkan senilai Rp 500.000. Harga ini masih bisa berubah tergantung dari berapa banyak produk yang ingin dibeli (grosir atau eceran). “Bagi yang ingin menjadi member, kami menyediakan bundlingnya. Biaya membership untuk tahun ketiga ini adalah Rp 3 juta, itu sudah mendapatkan benefit berupa katalog rincian harga berupa harga eceran, grosir, dan harga reseller untuk produk-produk kami supaya jelas plus-minusnyaa,” dia menguraikan.

Selain itu, member pun mendapatkan sampel-sampel produk. @tukino membuat bundling paket member itu, agar jika seseorang mau membangun usaha di bisnis ini, sudah mendapatkan product knowledge, rincian bahan-bahan, ukuran dan beratnya sudah terukur. Jadi member lebih siap, selain itu juga diharapkan dengan sistem seperti ini, pasar bisa lebih terbuka melalui jalur mulut ke mulut.

Tukino mengaku, meski bisnis @tukino berjalan baik, tapi bantuan dari investor akan sangat membantu. “Sekarang ini produksi kami masih semi-manual. Seandainya ada investor, kami ingin mengembangkan sistem produksi @tukino menggunakan full mesin untuk meningkatkan kapasitas produksi. Kami ingin tumbuh menjadi besar juga. Selain itu, saya yakin usaha semacam in meski ada, tidak banyak ditemukan di luar negeri. Saya melihat potensi untuk berkembang masih besar dan bisa cepat dicapai melalui kerja sama dengan investor,” tuturnya optimistis. (EVA)

The post Karpet Rasfur Andalan Tukino appeared first on SWA.co.id.

Kenalkan, Dokter Cantik Perancang Rail Clinic

$
0
0
Astrid OK

Kereta kesehatan pertama di Indonesia, Rail Clinic, milik PT Kereta Api Indonesia meluncur akhir Desember 2015 lalu. Terobosan PT KAI membuat layanan kesehatan di kereta terutama untuk daerah yang sulit dijangkau, diganjar rekor dari Museum Rekor Indonesia (MURI). Astrid Anindita menjadi figur penting di balik Rail Clinic.

“Saya diberi tantangan untuk membuat Rail Clinic hanya dalam waktu dua bulan. Pada umumnya satu gerbong kereta wisata dibuat dalam waktu dua bulan. Sementara, yang saya buat adalah dua gerbong kereta kesehatan dengan peralatan medis di dalamnya,” katanya.

Dokter cantik lulusan Universitas Gajah Mada tahun 2007 ini diberi kebebasan merancang desain interior gerbong kereta kesehatan berikut anggarannya. Ia harus bekerja sama dengan Balai Yasa, Direktorat Sarana yang berisikan orang-orang teknis.

Ia harus komunikatif dan kooperatif menyampaikan keinginannya. Wanita tangguh yang bergabung dengan PT KAI pada tahun 2012 ini akhirnya mampu menunaikan tugas berat itu. Keberhasilannya kian lengkap dengan rekor dari MURI.

astridJutaan masyarakat Indonesia yang tinggal di daerah terpencil sangat merindukan kedatangan Rail Clinic. Ini adalah komitmen PT KAI membantu masyarakat di wilayah yang dilalui jalur kereta namun belum memiliki fasilitas kesehatan yang memadai, terutama yang tinggal di pedesaan.

Semangat Astrid terus menyala untuk membantu sesama tak hanya di dunia medis. Ia mengaku kagum dengan sosok dokter seperti Chairul Tanjung “Si Anak Singkong” yang mampu menjelma menjadi salah satu pengusaha ternama di Indonesia. Tak terhitung berapa banyak lapangan pekerjaan yang tercipta dari tangan dinginnya.

Ia ingin juga menjadi seseorang yang punya pemikiran luas, visioner, dan bisa membuat perubahan besar di dunia ini, terutama untuk bangsa dan negara seperti halnya yang dilakukan Dokter Soetomo. Lalu, tidak sayang stetoskopnya dilepas?

“Dokter adalah jalan saya untuk masuk kereta api. Tidak ada salahnya seorang dokter memiliki kemampuan untuk mengembangkan perusahaan. Saya seorang fast learner dan tidak menutupi diri hanya (berkarier) di bidang kedokteran semata,” katanya. (Reportase: Jeihan Kahfi Barlian)

Profil Singkat

2008-2009 Dokter Perusahaan di Riau Andalan Pulp and Paper, Sektor Hutan Pelalawan North, Pangkala Kerinci
2011-2012 Dokter umum di RS Khusus Ginjal Habibie, Bandung
2012-2013 Pelaksana Kesehatan dan Rikes, Unit Kesehatan Kantor Pusat PT Kereta Api Indonesia (Persero)
2014-2015 Manajer Kesehatan Divisi Regional 1 Sumatera Utara PT Kereta Api Indonesia (Persero)
2015-sekarang Manajer Kesehatan Daerah Operasi 6 Yogyakarta PT Kereta Api Indonesia (Persero)

The post Kenalkan, Dokter Cantik Perancang Rail Clinic appeared first on SWA.co.id.

Viewing all 466 articles
Browse latest View live